Permulaan munculnya Muhammad ibn Abdil Wahhab ini ialah di wilayah timur sekitar tahun 1143 H. Gerakannya yang dikenal dengan nama Wahhabiyyah mulai tersebar di wilayah Nejd dan daerah-daerah sekitarnya. Muhammad ibn Abdil Wahhab meninggal pada tahun 1206 H. Ia banyak menyerukan berbagai ajaran yang ia anggap sebagai berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah. Ajarannya tersebut banyak ia ambil atau tepatnya ia hidupkan kembali dari faham-faham Ibn Taimiyah yang sebelumnya telah padam, di antaranya; mengharamkan tawassul dengan Rasulullah, mengharamkan perjalanan untuk ziarah ke makam Rasulullah atau makam lainnya dari para Nabi dan orang-orang saleh untuk tujuan berdoa di sana dengan harapan dikabulkan oleh Allah, mengkafirkan orang yang memanggil dengan “Ya Rasulallah…!”, atau “Ya Muhammad…!”, atau seumpama “Ya Abdul Qadir…! Tolonglah aku…!” kecuali, menurut mereka, bagi yang hidup dan yang ada di hadapan saja, mengatakan bahwa talak terhadap isteri tidak jatuh jika dibatalkan. Menurutnya talak semacam itu hanya digugurkan dengan membayar kaffarah saja, seperti orang yang bersumpah dengan nama Allah, namun ia menyalahinya.
Selain menghidupkan kembali faham-faham Ibn Timiyyah, Muhammad ibn Abdil Wahhab juga membuat faham baru, di antaranya; mengharamkan mengenakan hirz (semacam azimat) walaupun di dalamnya hanya terkandung ayat-ayat al-Qur’an atau nama-nama Allah, mengharamkan bacaan keras dalam shalawat kepada Rasulullah setelah mengumandangkan adzan. Kemudian para pengikutnya, yang kenal dengan kaum Wahhabiyyah, mengharamkan perayaan maulid nabi Muhammad. Hal ini berbeda dengan Imam mereka; yaitu Ibn Taimiyah, yang telah membolehkannya.
Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekah pada masanya di sekitar masa akhir kesultanan Utsmaniyyah, dalam kitab Târikh yang beliau tulis menyebutkan sebagai berikut:
“Pasal; Fitnah kaum Wahhabiyyah. Dia -Muhammad ibn Abdil Wahhab- pada permulaannya adalah seorang penunut ilmu di wilayah Madinah. Ayahnya adalah salah seorang ahli ilmu, demikian pula saudaranya; Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab. Ayahnya, yaitu Syekh Abdul Wahhab dan saudaranya Syekh Sulaiman, serta banyak dari guru-gurunya mempunyai firasat bahwa Muhammad ibn Abdil Wahhab ini akan membawa kesesatan. Hal ini karena mereka melihat dari banyak perkataan dan prilaku serta penyelewengan-penyelewengan Muhammad ibn Abdil Wahhab itu sendiri dalam banyak permasalahan agama. Mereka semua mengingatkan banyak orang untuk mewaspadainya dan menghindarinya. Di kemudian hari ternyata Allah menentukan apa yang telah menjadi firasat mereka pada diri Muhammad ibn Abdil Wahhab. Ia telah banyak membawa ajaran sesat hingga menyesatkan orang-orang yang bodoh. Ajaran-ajarannya tersebut banyak yang berseberangan dengan para ulama agama ini. bahkan dengan ajarannya itu ia telah mengkafirkan orang-orang Islam sendiri. Ia mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah, tawassul dengannya, atau tawassul dengan para nabi lainnya atau para wali Allah dan orang-orang, serta menziarahi kubur mereka untuk tujuan mencari berkah adalah perbuatan syirik. Menurutnya bahwa memanggil nama Nabi ketika bertawassul adalah perbuatan syirik. Demikian pula memanggil nabi-nabi lainnya, atau memanggil para wali Allah dan orang-orang saleh untuk tujuan tawassul dengan mereka adalah perbuatan syirik. Ia juga meyakini bahwa menyandarkan sesuatu kepada selain Allah, walaupun dengan cara majâzi (metapor) adalah pekerjaan syirik, seperti bila seseorang berkata: “Obat ini memberikan manfa’at kepadaku” atau “Wali Allah si fulan memberikan manfaat apa bila bertawassul dengannya”. Dalam menyebarkan ajarannya ini, Muhammad ibn Abdil Wahhab mengambil beberapa dalil yang sama sekali tidak menguatkannya. Ia banyak memoles ungkapan-ungkapan seruannya dengan kata-kata yang menggiurkan dan muslihat hingga banyak diikuti oleh orang-orang awam. Dalam hal ini Muhammad ibn Abdil Wahhab telah menulis beberapa risalah untuk mengelabui orang-orang awam, hingga banyak dari orang-orang awam tersebut yang kemudian mengkafirkan orang-orang Islam dari para ahli tauhid” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 66).
Dalam kitab tersebut kemudian Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:
“Banyak sekali dari guru-guru Muhammad ibn Abdil Wahhab ketika di Madinah mengatakan bahwa dia akan menjadi orang yang sesat, dan akan banyak orang yang akan sesat karenanya. Mereka adalah orang-orang yang di hinakan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Dan kemudian apa yang dikhawatirkan oleh guru-gurunya tersebut menjadi kenyataan. Muhammad ibn Abdil Wahhab sendiri mengaku bahwa ajaran yang ia serukannya ini adalah sebagai pemurnian tauhid dan untuk membebaskan dari syirik. Dalam keyakinannya bahwa sudah sekitar enam ratus tahun ke belakang dari masanya seluruh manusia ini telah jatuh dalam syirik dan kufur. Ia mengaku bahwa dirinya datang untuk memperbaharui agama mereka. Ayat-ayat al-Qur’an yang turun tentang orang-orang musyrik ia berlakukan bagi orang-orang Islam ahli tauhid. Seperti firman Allah: “Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang berdoa kepada selain Allah; ia meminta kepada yang tidak akan pernah mengabulkan baginya hingga hari kiamat, dan mereka yang dipinta itu lalai terhadap orang-orang yang memintanya” (QS. al-Ahqaf: 5), dan firman-Nya: “Dan janganlah engkau berdoa kepada selain Allah terhadap apa yang tidak memberikan manfa’at bagimu dan yang tidak memberikan bahaya bagimu, jika bila engkau melakukan itu maka engkau termasuk orang-orang yang zhalim” (QS. Yunus: 106), juga firman-Nya: ”Dan mereka yang berdoa kepada selain Allah sama sekali tidak mengabulkan suatu apapun bagi mereka” (QS. al-Ra’ad: 1), serta berbagai ayat lainnya. Muhammad ibn Abdil Wahhab mengatakan bahwa siapa yang meminta pertolongan kepada Rasulullah atau para nabi lainnya, atau kepada para wali Allah dan orang-orang saleh, atau memanggil mereka, atau juga meminta syafa’at kepada mereka maka yang melakukan itu semua sama dengan orang-orang musyrik, dan menurutnya masuk dalam pengertian ayat-ayat di atas. Ia juga mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah atau para nabi lainnya, atau para wali Allah dan orang-orang saleh untuk tujuan mencari berkah maka sama dengan orang-orang musyrik di atas. Dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan orang-orang musyrik saat mereka menyembah berhala: “Tidaklah kami menyembah mereka -berhala-berhala- kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah” (QS. al-Zumar: 3), menurut Muhammad ibn Abdil Wahhab bahwa orang-orang yang melakukan tawassul sama saja dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala yang mengatakan tidaklah kami menyembah berhala-berhala tersebut kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 67).
Pada halaman selanjutnya Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:
“Al-Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah ibn Umar dari Rasulullah dalam menggambarkan sifat-sifat orang Khawarij bahwa mereka mengutip ayat-ayat yang turun tentang orang-orang kafir dan memberlakukannya bagi orang-orang mukmin. Dalam Hadits lain dari riwayat Abdullah ibn Umar pula bahwa Rasulullah telah bersabda: “Hal yang paling aku takutkan di antara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah seseorang yang membuat-buat takwil al-Qur’an, ia meletakan -ayat-ayat al-Qur’an tersebut- bukan pada tempatnya”. Dua riwayat Hadits ini benar-benar telah terjadi pada kelompok Wahhabiyyah ini” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 68).
Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan masih dalam buku tersebut menuliskan pula:
“Di antara yang telah menulis karya bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab adalah salah seorang guru terkemukanya sendiri, yaitu Syekh Muhammad ibn Sulaiman al-Kurdi, penulis kitab Hâsyiah Syarh Ibn Hajar Alâ Matn Bâ Fadlal. Di antara tulisan dalam karyanya tersebut Syekh Sulaiman mengatakan: Wahai Ibn Abdil Wahhab, saya menasehatimu untuk menghentikan cacianmu terhadap orang-orag Islam” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 69).
Masih dalam kitab yang sama Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga menuliskan:
“Mereka (kaum Wahhabiyyah) malarang membacakan shalawat atas Rasulullah setelah dikumandangkan adzan di atas menara-menara. Bahkan disebutkan ada seorang yang saleh yang tidak memiliki penglihatan, beliau seorang pengumandang adzan. Suatu ketika setelah mengumandangkan adzan ia membacakan shalawat atas Rasulullah, ini setelah adanya larangan dari kaum Wahhabiyyah untuk itu. Orang saleh buta ini kemudian mereka bawa ke hadapan Muhammad ibn Abdil Wahhab, selanjutnya ia memerintahkan untuk dibunuh. Jika saya ungkapkan bagimu seluruh apa yang diperbuat oleh kaum Wahhabiyyah ini maka banyak jilid dan kertas dibutuhkan untuk itu, namun setidaknya sekedar inipun cukup” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 77).
Di antara bukti kebenaran apa yang telah ditulis oleh Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam pengkafiran kaum Wahhabiyyah terhadap orang yang membacakan shalawat atas Rasulullah setelah dikumandangkan adzan adalah peristiwa yang terjadi di Damaskus Siria (Syam). Suatu ketika pengumandang adzan masjid Jami’ al-Daqqaq membacakan shalawat atas Rasulullah setelah adzan, sebagaimana kebiasaan di wilayah itu, ia berkata: “as-Shalât Wa as-Salâm ‘Alayka Ya Rasûlallâh…!”, dengan nada yang keras. Tiba-tiba seorang Wahhabi yang sedang berada di pelataran masjid berteriak dengan keras: “Itu perbuatan haram, itu sama saja dengan orang yang mengawini ibunya sendiri…”. Kemudian terjadi pertengkaran antara beberapa orang Wahhabi dengan orang-orang Ahlussunnah, hingga orang Wahhabi tersebut dipukuli. Akhirnya perkara ini dibawa ke mufti Damaskus saat itu, yaitu Syekh Abu al-Yusr Abidin. Kemudian mufti Damaskus ini memanggil pimpinan kaum Wahhabiyyah, yaitu Nashiruddin al-Albani, dan membuat perjanjian dengannya untuk tidak menyebarkan ajaran Wahhabi. Syekh Abu al-Yusr mengancamnya bahwa jika ia terus mengajarkan ajaran Wahhabi maka ia akan dideportasi dari Siria.
Kemudian Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:
“Muhammad ibn Abdil Wahhab, perintis berbagai gerakan bid’ah ini, sering menyampaikan khutbah jum’at di masjid ad-Dar’iyyah. Dalam seluruh khutbahnya ia selalu mengatakan bahwa siapapun yang bertawassul dengan Rasulullah maka ia telah menjadi kafir. Sementara itu saudaranya sendiri, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab adalah seorang ahli ilmu. Dalam berbagai kesempatan, saudaranya ini selalu mengingkari Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam apa yang dia lakukan, ucapakan dan segala apa yang ia perintahkan. Sedikitpun, Syekh Sulaiman ini tidak pernah mengikuti berbagai bid’ah yang diserukan olehnya. Suatu hari Syekh Sulaiman berkata kepadanya: “Wahai Muhammad Berapakah rukun Islam?” Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab: “Lima”. Syekh Sulaiman berkata: “Engkau telah menjadikannya enam, dengan menambahkan bahwa orang yang tidak mau mengikutimu engkau anggap bukan seorang muslim”.
Suatu hari ada seseorang berkata kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab: “Berapa banyak orang yang Allah merdekakan (dari neraka) di setiap malam Ramadlan? Ia menjawab: “Setiap malam Ramadlan Allah memerdekakan seratus ribu orang, dan di akhir malam Allah memerdekakan sejumlah orang yang dimerdekakan dalam sebulan penuh”. Tiba-tiba orang tersebut berkata: “Seluruh orang yang mengikutimu jumlah mereka tidak sampai sepersepuluh dari sepersepuluh jumlah yang telah engkau sebutkan, lantas siapakah orang-orang Islam yang dimerdekakan Allah tersebut?! Padahal menurutmu orang-orang Islam itu hanyalah mereka yang mengikutimu”. Muhammad ibn Abdil Wahhab terdiam tidak memiliki jawaban.
Ketika perselisihan antara Muhammad ibn Abdil Wahhab dengan saudaranya; Syekh Sulaiman semakin memanas, saudaranya ini akhirnya khawatir terhadap dirinya sendiri. Karena bisa saja Muhammad ibn Abdil Wahhab sewaktu-waktu menyuruh seseorang untuk membunuhnya. Akhirnya ia hijrah ke Madinah, kemudian menulis karya sebagai bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab yang kemudian ia kirimkan kepadanya. Namun, Muhammad ibn Abdil Wahhab tetap tidak bergeming dalam pendirian sesatnya. Demikian pula banyak para ulama madzhab Hanbali yang telah menulis berbagai risalah bantahan terhadap Muhammad ibn Abdil Wahhab yang mereka kirimkan kepadanya. Namun tetap Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak berubah sedikitpun.
Suatu ketika, salah seorang kepala sautu kabilah yang cukup memiliki kekuatan hingga hingga Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak dapat menguasainya berkata kepadanya: ”Bagaimana sikapmu jika ada seorang yang engkau kenal sebagai orang yang jujur, amanah, dan memiliki ilmu agama berkata kepadamu bahwa di belakang suatu gunung terdapat banyak orang yang hendak menyerbu dan membunuhmu, lalu engkau kirimkan seribu pasukan berkuda untuk medaki gunung itu dan melihat orang-orang yang hendak membunuhmu tersebut, tapi ternyata mereka tidak mendapati satu orangpun di balik gunung tersebut, apakah engkau akan membenarkan perkataan yang seribu orang tersebut atau satu orang tadi yang engkau anggap jujur?” Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab: ”Saya akan membenarkan yang seribu orang”. Kemudian kepada kabilah tersebut berkata: ”Sesungguhnya para ulama Islam, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dalam karya-karya mereka telah mendustakan ajaran yang engkau bawa, mereka mengungkapkan bahwa ajaran yang engkau bawa adalah sesat, karena itu kami mengikuti para ulama yang banyak tersebut dalam menyesatkan kamu”. Saat itu Muhammad ibn Abdil Wahhab sama sekali tidak berkata-kata.
Terjadi pula peristiwa, suatu saat seseorang berkata kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab: ”Ajaran agama yang engkau bawa ini apakah ini bersambung (hingga Rasulullah) atau terputus?”. Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab: ”Seluruh guru-guruku, bahkan guru-guru mereka hingga enam ratus tahun lalu, semua mereka adalah orang-orang musyrik”. Orang tadi kemudian berkata: ”Jika demikian ajaran yang engkau bawa ini terputus! Lantas dari manakah engkau mendapatkannya?” Ia menjawab: ”Apa yang aku serukan ini adalah wahyu ilham seperti Nabi Khadlir”. Kemudian orang tersebut berkata: ”Jika demikian berarti tidak hanya kamu yang dapat wahyu ilham, setiap orang bisa mengaku bahwa dirinya telah mendapatkan wahyu ilham. Sesungguhnya melakukan tawassul itu adalah perkara yang telah disepakati di kalangan Ahlussunnah, bahkan dalam hal ini Ibn Taimiyah memiliki dua pendapat, ia sama sekali tidak mengatakan bahwa orang yang melakukan tawassul telah menjadi kafir” (ad-Durar as-Saniyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah, h. 42-43).
Yang dimaksud oleh Muhammad ibn Abdil Wahhab bahwa orang-orang terdahulu dalam keadaan syirik hingga enam ratus tahun ke belakang dari masanya ialah hingga tahun masa hidup Ibn Taimiyah, yaitu hingga sekitar abad tujuh dan delapan hijriyah ke belakang. Menurut Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam rentang masa antara hidup Ibn Taimiyah, yaitu di abad tujuh dan delapan hijriyah dengan masa hidupnya sendiri yaitu pada abad dua belas hijriyah, semua orang di dalam masa tersebut adalah orang-orang musyrik. Ia memandang dirinya sendiri sebagai orang yang datang untuk memperbaharui tauhid. Dan ia menganggap bahwa hanya Ibn Taimiyah yang selaras dengan jalan dakwah dirinya. Menurutnya, Ibn Taimiyah di masanya adalah satu-satunya orang yang menyeru kepada Islam dan tauhid di mana saat itu Islam dan tauhid tersebut telah punah. Lalu ia mengangap bahwa hingga datang abad dua belas hijriyah, hanya dirinya seorang saja yang melanjutkan dakwah Ibn Taimiyah tersebut. Klaim Muhammad ibn Abdil Wahhab ini sungguh sangat sangat aneh, bagaimana ia dengan sangat berani mengakafirkan mayoritas umat Islam Ahlussunnah yang jumlahnya ratusan juta, sementara ia menganggap bahwa hanya pengikutnya sendiri yang benar-benar dalam Islam?! Padahal jumalah mereka di masanya hanya sekitar seratus ribu orang. Kemudian di Najd sendiri, yang merupakan basis gerakannya saat itu, mayoritas penduduk wilayah tersebut di masa hidup Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak mengikuti ajaran dan faham-fahamnya. Hanya saja memang saat itu banyak orang di wilayah tersebut takut terhadap dirinya, oleh karena prilakunya yang tanpa segan membunuh orang-orang yang tidak mau mengikuti ajakannya.
Prilaku jahat Muhammad ibn Abdil Wahhab ini sebagaimana diungkapkan oleh al-Amir ash-Shan’ani, penulis kitab Subul as-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm. Pada awalnya, ash-Shan’ani memuji-muji dakwah Muhammad ibn Abdil Wahhab, namun setelah ia mengetahui hakekat siapa Muhammad ibn Abdil Wahhab, ia kemudian berbalik mengingkarinya. Sebelum mengetahui siapa hakekat Muhammad ibn Abdil Wahhab, ash-Shan’ani memujinya dengan menuliskan beberapa sya’ir, yang pada awal bait sya’ir-sya’ir tersebut ia mengatakan:
سَلاَمٌ عَلَى نَجْدٍ وَمَنْ حَلّ فِي نَجْدِ وَإنْ كَانَ تَسْلِيْمِيْ عَلَى البُعْدِ لاَ يجْدِي
“Salam tercurah atas kota Najd dan atas orang-orang yang berada di dalamnya, walaupun salamku dari kejauhan tidak mencukupi”.
Bait-bait sya’ir tulisan ash-Shan’ani ini disebutkan dalam kumpulan sya’ir-sya’ir (Dîwân) karya ash-Shan’ani sendiri, dan telah diterbitkan. Secara keseluruhan, bait-bait syair tersebut juga dikutip oleh as-Syaukani dalam karyanya berjudul al-Badr at-Thâli’, juga dikutip oleh Shiddiq Hasan Khan dalam karyanya berjudul at-Tâj al-Mukallal, yang oleh karena itu Muhammad ibn Abdil Wahhab mendapatkan tempat di hati orang-orang yang tidak mengetahui hakekatnya. Padahal al-Amir ash-Shan’ani setelah mengetahui bahwa prilaku Muhammad ibn Abdil Wahhab selalu membunuh orang-orang yang tidak sepaham dengannya, merampas harta benda orang lain, mengkafirkan mayoritas umat Islam, maka ia kemudian meralat segala pujian terhadapnya yang telah ia tulis dalam bait-bait syairnya terdahulu, yang lalu kemudian balik mengingkarinya. Ash-Shan’ani kemudian membuat bait-bait sya’ir baru untuk mengingkiari apa yang telah ditulisnya terdahulu, di antaranya sebagai berikut:
رَجَعْتُ عَن القَول الّذيْ قُلتُ فِي النّجدِي فقَدْ صحَّ لِي عنهُ خلاَفُ الّذِي عندِي
ظنَنْتُ بهِ خَيْرًا فَقُـلْتُ عَـسَى عَـسَى نَجِدْ نَاصِحًا يَهْدي العبَادَ وَيستهْدِي
لقَد خَـابَ فيْه الظنُّ لاَ خَاب نصـحُنا ومَـا كلّ ظَـنٍّ للحَقَائِق لِي يهدِي
وقَـدْ جـاءَنا من أرضِـه الشيخ مِرْبَدُ فحَقّق مِنْ أحـوَاله كلّ مَا يبـدِي
وقَـد جَـاءَ مِـن تأليــفِهِ برَسَـائل يُكَـفّر أهْلَ الأرْض فيْهَا عَلَى عَمدِ
ولـفق فِـي تَكْـفِيرِهمْ كل حُــجّةٍ تَرَاهـا كبَيتِ العنْكَبوتِ لدَى النّقدِ
“Aku ralat ucapanku yang telah aku ucapkan tentang seorang yang berasal dari Najd, sekarang aku telah mengetahui kebenaran yang berbeda dengan sebelumnya”.
“Dahulu aku berbaik sangka baginya, dahulu aku berkata: Semoga kita mendapati dirinya sebagi seorang pemberi nasehat dan pemeberi petunjuk bagi orang banyak”
“Ternyata prasangka baik kita tentangnya adalah kehampaan belaka. Namun demikian bukan berarti nasehat kita juga merupakan kesia-siaan, karena sesungguhnya setiap prasangka itu didasarkan kepada ketaidaktahuan akan hakekat-hakekat”.
“Telah datang kepada kami “Syekh” ini dari tanah asalnya. Dan telah menjadi jelas bagi kami dengan sejelas-jelasnya tentang segala hakekat keadaannya dalam apa yang ia tampakkan”.
“Telah datang dalam beberapa tulisan risalah yang telah ia tuliskan, dengan sengaja di dalamnya ia mengkafirkan seluruh orang Islam penduduk bumi, -selain pengikutnya sendiri-”.
“Seluruh dalil yang mereka jadikan landasan dalam mengkafirkan seluruh orang Islam penduduk bumi tersebut jika dibantah maka landasan mereka tersebut laksana sarang laba-laba yang tidak memiliki kekuatan”.
Selain bait-bait sya’ir di atas terdapat lanjutannya yang cukup panjang, dan ash-Shan’ani sendiri telah menuliskan penjelasan (syarh) bagi bait-bait syair tersebut. Itu semua ditulis oleh ash-Shan’ani hanya untuk membuka hekekat Muhammad ibn Abdil Wahhab sekaligus membantah berbagai sikap ekstrim dan ajaran-ajarannya. Kitab karya al-Amir ash-Shan’ani ini beliau namakan dengan judul “Irsyâd Dzawî al-Albâb Ilâ Haqîqat Aqwâl Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb”.
Saudara kandung Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah kita sebutkan di atas, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab, juga telah menuliskan karya bantahan kepadanya. Beliau namakan karyanya tersebut dengan judul ash-Shawâ-iq al-Ilâhiyyah Fî al-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah, dan buku ini telah dicetak. Kemudian terdapat karya lainnya dari Syekh Suliman, yang juga merupakan bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab dan para pengikutnya, berjudul “Fashl al-Khithâb Fî ar-Radd ‘Alâ Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb”.
Kemudian pula salah seorang mufti madzhab Hanbali di Mekah pada masanya, yaitu Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi al-Hanbali, wafat tahun 1295 hijriyah, telah menulis sebuah karya berjudul “as-Suhub al-Wâbilah ‘Alâ Dlarâ-ih al-Hanâbilah”. Kitab ini berisi penyebutan biografi ringkas setiap tokoh terkemuka di kalangan madzhab Hanbali. Tidak sedikitpun nama Muhammad ibn Abdil Wahhab disebutkan dalam kitab tersebut sebagai orang yang berada di jajaran tokoh-tokoh madzhab Hanbali tersebut. Sebaliknya, nama Muhammad ibn Abdil Wahhab ditulis dengan sangat buruk, namanya disinggung dalam penyebutan nama ayahnya; yaitu Syekh Abdul Wahhab ibn Sulaiman. Dalam penulisan biografi ayahnya ini Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi mengatakan sebagai berikut:
“Dia (Abdul Wahhab ibn Sulaiman) adalah ayah kandung dari Muhammad yang ajaran sesatnya telah menyebar ke berbagai belahan bumi. Antara ayah dan anak ini memiliki perbedaan faham yang sangat jauh, dan Muhammad ini baru menampakan secara terang-terangan terhadap segala faham dan ajaran-ajarannya setelah kematian ayahnya. Aku telah diberitahukan langsung oleh beberapa orang dari sebagian ulama dari beberapa orag yang hidup semasa dengan Syekh Abdul Wahhab, bahwa ia sangat murka kepada anaknya; Muhammad. Karena Muhammad ini tidak mau mempelajari ilmu fiqih (dan ilmu-ilmu agama lainnya) seperti orang-orang pendahulunya. Ayahnya ini juga mempunyai firasat bahwa pada diri Muhammad akan terjadi kesesatan yang sanat besar. Kepada banyak orang Syekh Abdul Wahhab selalu mengingatkan: ”Kalian akan melihat dari Muhammad ini suatu kejahatan...”. Dan ternyata memang Allah telah mentaqdirkan apa yang telah menjadi firasat Syekh Abdul Wahhab ini.
Demikian pula dengan saudara kandungnya, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab, ia sangat mengingkari sepak terjang Muhammad. Ia banyak membantah saudaranya tersebut dengan berbagai dalil dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits, karena Muhammad tidak mau menerima apapun kecuali hanya al-Qur’an dan Hadits saja. Muhammad sama sekali tidak menghiraukan apapun yang dinyatakan oleh para ulama, baik ulama terdahulu atau yang semasa dengannya. Yang ia terima hanya perkataan Ibn Taimiyah dan muridnya; Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah. Apapun yang dinyatakan oleh dua orang ini, ia pandang laksana teks yang tidak dapat diganggu gugat. Kepada banyak orang ia selalu mempropagandakan pendapat-pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim, sekalipun terkadang dengan pemahaman yang sama sekali tidak dimaksud oleh keduanya. Syekh Sulaiman menamakan karya bantahan kepadanya dengan judul Fashl al-Khithâb Fî ar-Radd ‘Alâ Muhammad Ibn ’Abd al-Wahhâb.
Syekh Sulaiman ini telah diselamatkan oleh Allah dari segala kejahatan dan marabahaya yang ditimbulkan oleh Muhammad, yang padahal hal tersebut sangat menghkawatirkan siapapun. Karena Muhammad ini, apa bila ia ditentang oleh seseorang dan ia tidak kuasa untuk membunuh orang tersebut dengan tangannya sendiri maka ia akan mengirimkan orangnya untuk membunuh orang itu ditempat tidurnya, atau membunuhnya dengan cara membokongnya di tempat-tempat keramaian di malam hari, seperti di pasar. Ini karena Muhammad memandang bahwa siapapun yang menentangnya maka orang tersebut telah menjadi kafir dan halal darahnya.
Disebutkan bahwa di suatu wilayah terdapat seorang gila yang memiliki kebiasaan membunuh siapapun yang ada di hadapannya. Kemudian Muhammad memerintahkan orang-orangnya untuk memasukkan orang gila tersebut dengan pedang ditangannya ke masjid di saat Syekh Sulaiman sedang sendiri di sana. Ketika orang gila itu dimasukan, Syekh Sulaiman hanya melihat kepadanya, dan tiba-tiba orang gila tersebut sangat ketakutan darinya. Kemudian orang gila tersebut langsung melemparkankan pedangnya, sambil berkata: ”Wahai Sulaiman janganlah engkau takut, sesungguhnya engkau adalah termasuk orang-orang yang aman”. Orang gila itu mengulang-ulang kata-katanya tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini jelas merupakan karamah” (as-Suhub al-Wâbilah Ala Dlara-ih al-Hanbilah, h. 275).
Dalam tulisan Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi di atas disebutkan bahwa Syekh Abdul Wahhab sangat murka sekali kepada anaknya; Muhammad, karena tidak mau mempelajari ilmu fiqih, ini artinya bahwa dia sama sekali bukan seorang ahli fiqih dan bukan seorang ahli Hadits. Adapun yang membuat dia sangat terkenal tidak lain adalah karena ajarannya yang sangat ekstrim dan nyeleneh. Sementara para pengikutnya yang sangat mencintainya, hingga mereka menggelarinya dengan Syekh al-Islâm atau Mujaddid, adalah klaim laksana panggang yang sangat jauh dari api. Para pengikutnya yang lalai dan terlena tersebut hendaklah mengetahui dan menyadari bahwa tidak ada seorangpun dari sejarawan terkemuka di abad dua belas hijriyah yang mengungkap biografi Muhammad ibn Abdil Wahhab dengan menyebutkan bahwa dia adalah seorang ahli fiqih atau seorang ahli Hadits.
Syekh Ibn Abidin al-Hanafi dalam karyanya; Hâsyiyah Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr menuslikan sebagai berikut:
“Penjelasan; Prihal para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab sebagai kaum Khawarij di zaman kita ini. Pernyataan pengarang kitab (yang saya jelaskan ini) tentang kaum Khawarij: “Wa Yukaffirûn Ash-hâba Nabiyyina…”, bahwa mereka adalah kaum yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah, artinya kaum Khawarij tersebut bukan hanya mengkafirkan para sahabat saja, tetapi kaum Khawarij adalah siapapun mereka yang keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib dan memberontak kepadanya. Kemudian dalam keyakinan kaum Khawajij tersebut bahwa yang memerangi Ali ibn Abi Thalib, yaitu Mu’awiyah dan pengikutnya, adalah juga orang-orang kafir. Kelompok Khawarij ini seperti yang terjadi di zaman kita sekarang, yaitu para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah memerangi dan menguasai al-Haramain; Mekkah dan Madinah. Mereka memakai kedok madzhab Hanbali. Mereka meyakini bahwa hanya diri mereka yang beragama Islam, sementara siapapun yang menyalahi mereka adalah orang-orang musyrik. Lalu untuk menegakan keyakinan ini mereka mengahalalkan membunuh orang-orang Ahlussunnah. Oleh karenanya banyak di antara ulama Ahlussunnah yang telah mereka bunuh. Hingga kemudian Allah menghancurkan kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus tiga puluh tiga hijriyah (th 1233 H)” (Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr, j. 4, h. 262; Kitab tentang kaum pemberontak.).
Salah seorang ahli tafsir terkemuka; Syekh Ahmad ash-Shawi al-Maliki dalam ta’lîq-nya terhadap Tafsîr al-Jalâlain menuliskan sebagai berikut:
“Menurut satu pendapat bahwa ayat ini turun tentang kaum Khawarij, karena mereka adakah kaum yang banyak merusak takwil ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits Rasulullah. Mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-harta mereka. Dan kelompok semacam itu pada masa sekarang ini telah ada. Mereka itu adalah kelompok yang berada di negeri Hijaz; bernama kelompok Wahhabiyyah. Mereka mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang yang benar dan terkemuka, padahal mereka adalah para pendusta. Mereka telah dikuasai oleh setan hingga mereka lalai dari mengenal Allah. Mereka adalah golongan setan, dan sesungguhnya golongan setan adalah orang-orang yang merugi. Kita berdo’a kepada Allah, semoga Allah menghancurkan mereka” (Mir-ât an-Najdiyyah, h. 86).
Apakah Hukum Merokok Atau Rokok Itu Sendiri
Fatwa Oleh : Profesor Dr. Yusof Al-Qardawi
1 - Pendahuluan
2- Sebab diharamkan
3- Mudarat harta
4- Mudarat penghambaan
5- Merokok diharamkan di sisi syarak
1. Pendahuluan
Segala pujian bagi Allah, selawat dan salam kepada pesuruhNya ( Nabi Muhammad S.A.W ),ahli keluarganya, sahabat-sahabat juga orang-orang yang mengikut jejak langkahnya.
Sesungguhnya telah muncul pokok ini yang dikenali dengan nama " والتتن " التمباك " والتبغ والدخان " di akhir kurun ke sepuluh hijrah. Oleh kerana pokok ini digunakan secara meluas di kalangan orang ramai, maka ianya telah memaksa alim ulama di zaman itu membahas dan mengkajinya untuk memberi penjelasan hukum dari segi syarak.
Memandangkan masalah ini adalah masalah baru, tidak ada hukum yang dikeluarkan oleh Fuqaha, Mujtahidin yang lalu serta ulama-ulama selepas mereka dari kalangan Ahli Takhrij dan Tarjih dalam mazhab berkenaan perkara ini. Mereka juga tidak mendapat gambaran yang jelas tentang hakikat dan implikasinya berdasarkan kajian ilmiah yang betul, maka berlakulah perbezaan pendapat yang ketara di kalangan ulama pada waktu itu. Ada di kalangan mereka yang memfatwakan haram, ada yang memfatwakan makruh, ada yang mengatakannya harus dan ada yang mengambil sikap berdiam diri tanpa membincangkannya. Fenomena ini juga berlaku kepada ke empat-empat mazhab ahli sunnah waljamaah.
Justeru itu kita tidak boleh menisbahkan kepada mana-mana mazhab, pendapat atau fatwa yang nengatakan merokok itu harus atau haram atau makruh.
Nyata kepada saya bahawasanya perbezaan pendapat di kalangan ulama mazhab-mazhab, ketika permulaan munculnya rokok, penggunaannya begitu meluas dan berlaku perbezaan di antara mereka dalam mengeluarkan hukum tentangnya, bukanlah perbezaan dari segi dalil-dalil, bahkan perbezaan berlaku dalam menentukan `ilat (مناط ) yang ada pada rokok.
Ada di kalangan mereka yang mendakwa terdapat beberapa manafaat atau faedah pada merokok. Ada juga ulamak yang mendakwa terdapat mudarat dan manafaat yang sama berat pada rokok. Terdapat juga ulamak yang tidak menyabitkan apa-apa faedah pada rokok tetapi menafikan terdapat mudarat pada rokok. Ini bermakna sekiranya mereka dapat memastikan ada mudarat pada perkara ini, pasti mereka mengharamkannya tanpa wujud perdebatan.
Di sini kami berpendapat untuk menyabitkan ada dan tidak ada implikasi buruk terhadap tubuh badan pada rokok dan benda-benda lain yang ada unsur ketagihan, ianya bukan bidang kuasa ahli feqah, bahkan ianya adalah bidang kuasa ahli perubatan dan penganalisis. Merekalah sepatutnya yang dirujuk dalam masalah ini kerana mereka adalah ahli sains dan banyak pengalaman. Firman Allah S.W.T yang bermaksud :” Tanyalah orang yang tahu tentang perkara itu”, “ Tidak boleh menceritakan kepada engkau seperti mana orang yang alim”.
Secara umumnya para doktor dan penganalisis sebulat suara menjelaskan implikasi buruk merokok ke atas tubuh badan secara umum, dan secara khususnya terhadap paru-paru dan organ pernafasan, seterusnya boleh membawa kepada kanser paru-paru. Inilah faktor yang meyebabkan masyarakat dunia sejak tahun-tahun kebelakangan ini menyeru agar berhati-hati terhadap aktiviti merokok.
Sepatutnya di zaman kita ini para ulamak sepakat membuat keputusan ini. Sesungguhnya keputusan ahli feqah dalam masalah ini diasaskan atas pandangan pakar perubatan. Bilamana pakar perubatan menjelaskan bahawa gejala ini (merokok) meninggalkan implikasi buruk kepada kesihatan manusia, sepatutnya ahli feqah menetapkan hukum haram kepada aktiviti merokok, kerana setiap perkara yang menyebabkan kesan buruk kepada kesihatan manusia mesti diharamkan di sisi syarak.
2. Sebab diharamkan:
Ada sesetengah orang mengatakan “ Bagaimanakah mereka boleh mengharamkan pokok ini tanpa nas ? “
Jawapannya :
Sesungguhnya tidak mesti penggubal undang-undang menaskan setiap satu perkara-perkara yang diharamkan, memadailah mereka menetapkan garis panduan atau kaedah-kaedah yang akan termasuk di bawahnya pecahan-pecahan dan unit-unit. Kaedah-kaedah ini boleh membataskannya. Adapun perkara-perkara yang khusus maka tidak mungkin membataskannya.
Memadai bagi penggubal undang-undang mengharamkan sesuatu yang jelek dan memudaratkan, supaya termasuk di bawahnya kebanyakan makanan dan minuman lain yang juga mempunyai unsur jelek dan memudaratkan. Kerana inilah ulamak sepakat mengharamkan pokok Hasyisyah ( pokok yang menyebabkan ketagih ) dan pokok lain yang mempunyai unsur ketagihan, walaupun tidak ada nas tertentu yang mengharamkannya secara khusus.
Imam Abu Muhammad Bin Hazam Azzahiri, kita sedia maklumi dia seorang yang berpegang dengan zahir nas, walaupun begitu beliau tetap mengharamkan sesuatu yang memudaratkan dengan memakannya, kerana berpegang dengan nas-nas yang umum. Beliau mengatakan : “Setiap sesuatu yang boleh memudaratkan maka ianya adalah haram, berdasarkan sabda nabi S.A.W yang bererti : “ Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan terhadap sesuatu, maka sesiapa memudaratkan dirinya sendiri atau orang lain maka dia telah tidak melakukan ihsan dan sesiapa yang tidak melakukan ihsan, maka dia telah menyalahi ketetapan, iaitu ketetapan Allah mesti melakukan ihsan terhadap segala sesuatu.”
Boleh juga menjadikan dalil untuk hukum ini, sabda Nabi S.A.W yang bererti : “ tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan” , begitu juga firman Allah yang bermaksud : “ Janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah sangat mengasihi kamu”.
Antara ungkapan feqah yang paling baik berhubung pengharaman memakan makanan yang boleh memudaratkan ialah ungkapan Iam Nawawi didalam kitab Raudah , beliau berkata ; "Setiap sesuatu yang memudaratkan apabila dimakan seperti kaca, batu, racun maka hukum memakannya adalah haram. Setiap sesuatu yang suci yang tidak menimbulkan mudarat memakannya maka hukum memakannya adalah halal kecuali sesuatu yang dianggap jelek seperti mani dan hingus, maka memakannya adalah haram mengikut pendapat yang betul. Harus meminum ubat yang mengandungi sedikit racun yang tidak membahayakan, jika diperlukan".
3. Mudarat Harta
Manusia tidak harus membelanjakan hartanya kepada perkara yang tidak berfaedah sama ada di dunia atau akhirat, kerana mereka sebenarnya pemegang amanah ke atas harta yang ditinggalkan kepada mereka. Sebenarnya kesihatan dan harta adalah dua amanah Allah, maka tidak harus manusia memudaratkannya atau mensia-siakannya. Kerana hakikat inilah, maka Nabi S.A.W melarang seseorang mensia-siakan hartanya.
Perokok membeli kemudaratan dirinya dengan kesucian hartanya, ini tidak harus di sisi syarak. Firman Allah yang bermaksud : “ Janganlah kamu membazir,sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membazir".
Tidak ragu-ragu lagi bahawa menghabiskan harta dengan merokok adalah perbuatan mensia-siakan harta. Maka bagaimana pula jika di samping merosakkan harta (kerosakan yang diyakini berlaku atau tidak yakin ) wujud juga perbuatan merosakkan badan ?
4. Mudarat Penghambaan
Di sana ada kemudaratan lain yang biasanya tidak disedari oleh penulis-penulis mengenainya, iaitulah kejiwaan, saya maksudkan dengan mudarat jiwa ialah kebiasaan merokok dan seumpamanya akan memperhambakan jiwa manusia dan seterusnya kebiasaan yang hina ini akan menjadikan jiwa manusia sebagai mangsanya. Manusia tidak mampu meloloskan diri daripadanya dengan mudah apabila mereka ingin melakukannya pada sesuatu ketika kerana sebab-sebab tertentu, seperti kemunculan bahaya pada badannya, menampakkan kesan yang negatif dalam pendidikan anaknya ataupun kerana keperluannya yang mendesak untuk membelanjakan harta pada benda lain yang lebih berguna dan sepatutnya ataupun untuk sebab-sebab lain.
Melihatkan kepada mudarat penghambaan jiwa ini , kami mendapati sesetengah perokok sanggup menganiayai makan minum anak-anaknya dan perbelanjaan asas keluarganya, kerana ingin memuaskan tabiatnya ini, kerana dia sememangnya sudah tidak boleh dianggap orang yang mampu membebaskan diri daripadanya. Di suatu hari nanti apabila perokok telah menjadi lemah seumpama ini, kehidupannya pasti goyah, pertimbangannya jadi tidak seimbang, keadaannya hina, pemikirannya bercelaru dan emosinya mudah tertekan kerana satu-satu sebab atau tanpa sebarang sebab. Tidak ragu-ragu lagi kemudaratan seumpama ini patut diambil kira dalam mengeluarkan hukum merokok.
5. Merokok diharamkan di sisi syarak
Di zaman kita ini tidak ada pendapat yang boleh menghalalkan merokok dalam apa bentuk sekalipun, selepas Persatuan Sains Perubatan membicarakan panjang lebar implikasi buruk merokok serta kesannya yang negatif, golongan elit dan orang awam juga mengetahui keburukan merokok dan dikuatkan lagi oleh perangkaan.
Apabila telah gugur pendapat bahawa merokok harus secara mutlak, maka yang ada hanyalah pendapat makruh dan haram. Sesungguhnya telah jelas kepada kita melalui perbincangan lalu bahawa hujjah haram merokok lebih kemas dan mantap. Inilah pendapat kita . Perbincangan lalu juga dijadikan garis panduan bagi memastikan terdapat mudarat pada tubuh badan, mudarat pada harta, dan mudarat pada jiwa dengan sebab merokok secara berterusan. Sesungguhnya setiap perkara yang boleh menjejaskan kesihatan manusia ianya mesti diharamkan di sisi syarak.
Allah Taala berfirman dan maksudnya : “ Dan janganlah kamu campakkan diri-diri kamu ke kancah kebinasaan”, “ Dan janganlah kamu membunuh diri-diri kamu, sesungguhnya Allah amat mengasihi kamu” , “ Dan janganlah kamu membazir, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membazir”. “ Dan janganlah kamu melakukan pembaziran,sesungguhnya orang-orang yang membazir adalah saudara syaitan.” Di sana ada kemudaratan tubuh badan dan di sana juga ada kemudaratan harta benda, maka menggunakan sesuatu yang memudaratkan manusia adalah diharamkan, berdasarkan firman Allah yang bermaksud : “ Janganlah kamu membunuh diri-diri kamu" . Kerana fakta inilah wajib kita berfatwa, merokok adalah haram di zaman kita ini.
Hakikat yang tidak boleh diragukan lagi bahawa kalangan doktor sepakat mengatakan terdapat kesan yang sangat buruk dalam aktiviti merokok. Benar kesan buruknya tidak segera tapi beransur-ansur. Namun kesan mudarat segera dan beransur-ansur adalah sama saja dari segi haramnya. Racun yang memberi kesan lambat atau segera sama saja, kedua-duanya diharamkan.
Manusia tidak harus memudaratkan atau membunuh dirinya dan mereka juga tidak boleh memudaratkan orang lain. Berkenaaan ini Nabi S.A.W bersabda : “ Tidak memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan “ , iaitu engkau tidak boleh memudaratkan diri engkau dan orang lain.
Merokok meninggalkan implikasi yang sangat buruk kepada diri manusia mengikut kesepakatan doktor sedunia, lantaran ini kerajaan-kerajaan sedunia mewajibkan syarikat yang mengiklan rokok menyebut “ Merokok Membahayakan Kesihatan”, selepas mereka yakin merokok memudaratkan semua orang. Justeru itu golongan fuqaha tidak boleh berselisih pendapat tentang mengharamkan merokok.
Lima unsur asasi yang disebut oleh ahli-ahli usul dan orang yang mendalam dalam bidang agama, serta mewajibkan supaya bersungguh-sungguh dijaga dan tidak boleh dimudaratkannya, ialah Agama, Jiwa, Akal, Keturunan dan Harta Benda. Maka kesan merokok terhadap agama : ada di kalangan orang ramai tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan lantaran tidak dapat menahan diri dari merokok.
Keturunan turut menerima kesan buruk dari merokok, samada perokok itu salah seorang dari ibu, bapa atau kedua-duanya. Bahkan janin akan menerima kesan buruk ekoran ibu yang merokok. Ini bermakna perokok tidak memudaratkan dirinya sahaja bahkan ianya turut memudaratkan orang lain. Di sini ada yang dinamakan merokok secara terpaksa ataupun merokok dengan paksaan. Ini boleh berlaku melalui orang lain yang merokok tanpa rasa malu, sedangkan dia tidak merokok, dia hanya menyedut asap rokok secara tidak langsung ketika dia duduk berhampiran perokok atau berada di persekitaran yang ada aktiviti merokok.
Maka anda wahai perokok, secara tidak langsung anda telah memudaratkan diri anda sendiri dan juga orang lain. Maka kerana kemudaratan ini dan kemudaratan yang lain merokok mesti diharamkan dan ulamak mesti sepakat mengharamkannya. Sesungguhnya ada sesetengah ulamak meletakkan sebagai paksi sebilangan besar hukum merokok di atas kemampuan kebendaan sahaja. Maka haram merokok bila mana perokok berada dalam kesempitan duit untuk merokok dan makruh bagi orang yang mampu membeli rokok. Ini adalah pendapat yang tidak betul dan tidak mantap.
Para ulamak dan doktor sedunia sepakat, menjadikan faktor mudarat tubuh badan dan mudarat jiwa sebagai satu faktor besar dalam menentukan hukum merokok, di samping mudarat harta. Sesungguhnya orang kaya tidak berhak membelanjakan dan menghabiskan hartanya dengan sewenang-wenangnya, kerana hartanya itu sebenarnya milik Allah dan masyarakat.
Orang Islam yang rasional sepatutnya menjauhkan diri dari penyakit yang merosakkan ini, kerana rokok telah diyakini mempunyai unsur-unsur yang jelek, ianya tidak tergolong dalam makanan yang berkualiti lantaran tiada faedah samada untuk dunia dan akhirat.
Nasihat saya kepada pemuda-pemuda secara khusus, supaya mereka mengelak diri dari terjebak dengan penyakit yang boleh merosakkan kesihatan mereka, melemahkan kekuatan dan kesuburan mereka. Mereka hendaklah tidak menjadi mangsa kekeliruan yang dibayangkan kepada mereka, bahawa merokok adalah tanda kelelakian dan tanda peribadi merdeka.
Mana-mana individu dari kalangan pemuda yang terlibat dengan aktiviti merokok, mampu melepaskan diri daripadanya dan mengalahkannya (kerana beliau masih diperingkat awal ) sebelum penyakit ini bertapak kukuh dan mengalahkannya jika tidak nanti sukar baginya melepaskan diri dari cengkamannya kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah.
Menjadi tanggungjawab media massa memfokuskan kempen yang teratur dengan berbagai cara untuk menjelaskan keburukan merokok. Tanggungjawab penyusun skrip, pengeluar dan penerbit filem, teater dan drama bersiri pula ialah mengekang propoganda ke arah merokok dengan mempamerkan rokok dalam gambaran yang sesuai dan tidak sesuai pada setiap keadaan.
Tanggungjawab kerajaan pula ialah berganding bahu membasmi penyakit ini dan membebaskan rakyat dari bahananya walaupun kerajaan mengalami kerugian cukai berjuta-juta, namun kesihatan rakyat dan anak bangsa dari segi jasmani dan spiritual lebih penting dan berharga dari wang ringgit. Sebenarnya kerajaan menanggung kerugian dari segi kebendaan ketika mana kerajaan mengizinkan merokok. Ini adalah kerana kos yang dikeluarkan oleh kerajaan untuk menjaga pesakit yang menghidap pelbagai penyakit dan ancaman ekoran aktiviti merokok berlipat kali ganda melebihi hasil kutipan cukai yang dikenakan ke atas tembakau, kalau dibandingkan kerugian ekoran kekurangan produktiviti negara dengan sebab ramai perokok tidak dapat menjalankan tugas lantaran menderita pelbagai penyakit.
Kami memohon ke hadrat Allah Taala agar menyinari hati-hati kami memberi kefahaman yang mendalam kepada kami tentang agama kami, mengajar apa yang boleh memberi faedah kepada kami, memberi faedah dengan sesuatu yang kami telah tahu, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi hampir dengan hamba-hambaNya. Selamat dan salam ke atas penghulu kami Muhammad S.A.W, ahli keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
WALLAHU A`LAM
sumber http://www.qaradawi.net
Fatwa Oleh : Profesor Dr. Yusof Al-Qardawi
1 - Pendahuluan
2- Sebab diharamkan
3- Mudarat harta
4- Mudarat penghambaan
5- Merokok diharamkan di sisi syarak
1. Pendahuluan
Segala pujian bagi Allah, selawat dan salam kepada pesuruhNya ( Nabi Muhammad S.A.W ),ahli keluarganya, sahabat-sahabat juga orang-orang yang mengikut jejak langkahnya.
Sesungguhnya telah muncul pokok ini yang dikenali dengan nama " والتتن " التمباك " والتبغ والدخان " di akhir kurun ke sepuluh hijrah. Oleh kerana pokok ini digunakan secara meluas di kalangan orang ramai, maka ianya telah memaksa alim ulama di zaman itu membahas dan mengkajinya untuk memberi penjelasan hukum dari segi syarak.
Memandangkan masalah ini adalah masalah baru, tidak ada hukum yang dikeluarkan oleh Fuqaha, Mujtahidin yang lalu serta ulama-ulama selepas mereka dari kalangan Ahli Takhrij dan Tarjih dalam mazhab berkenaan perkara ini. Mereka juga tidak mendapat gambaran yang jelas tentang hakikat dan implikasinya berdasarkan kajian ilmiah yang betul, maka berlakulah perbezaan pendapat yang ketara di kalangan ulama pada waktu itu. Ada di kalangan mereka yang memfatwakan haram, ada yang memfatwakan makruh, ada yang mengatakannya harus dan ada yang mengambil sikap berdiam diri tanpa membincangkannya. Fenomena ini juga berlaku kepada ke empat-empat mazhab ahli sunnah waljamaah.
Justeru itu kita tidak boleh menisbahkan kepada mana-mana mazhab, pendapat atau fatwa yang nengatakan merokok itu harus atau haram atau makruh.
Nyata kepada saya bahawasanya perbezaan pendapat di kalangan ulama mazhab-mazhab, ketika permulaan munculnya rokok, penggunaannya begitu meluas dan berlaku perbezaan di antara mereka dalam mengeluarkan hukum tentangnya, bukanlah perbezaan dari segi dalil-dalil, bahkan perbezaan berlaku dalam menentukan `ilat (مناط ) yang ada pada rokok.
Ada di kalangan mereka yang mendakwa terdapat beberapa manafaat atau faedah pada merokok. Ada juga ulamak yang mendakwa terdapat mudarat dan manafaat yang sama berat pada rokok. Terdapat juga ulamak yang tidak menyabitkan apa-apa faedah pada rokok tetapi menafikan terdapat mudarat pada rokok. Ini bermakna sekiranya mereka dapat memastikan ada mudarat pada perkara ini, pasti mereka mengharamkannya tanpa wujud perdebatan.
Di sini kami berpendapat untuk menyabitkan ada dan tidak ada implikasi buruk terhadap tubuh badan pada rokok dan benda-benda lain yang ada unsur ketagihan, ianya bukan bidang kuasa ahli feqah, bahkan ianya adalah bidang kuasa ahli perubatan dan penganalisis. Merekalah sepatutnya yang dirujuk dalam masalah ini kerana mereka adalah ahli sains dan banyak pengalaman. Firman Allah S.W.T yang bermaksud :” Tanyalah orang yang tahu tentang perkara itu”, “ Tidak boleh menceritakan kepada engkau seperti mana orang yang alim”.
Secara umumnya para doktor dan penganalisis sebulat suara menjelaskan implikasi buruk merokok ke atas tubuh badan secara umum, dan secara khususnya terhadap paru-paru dan organ pernafasan, seterusnya boleh membawa kepada kanser paru-paru. Inilah faktor yang meyebabkan masyarakat dunia sejak tahun-tahun kebelakangan ini menyeru agar berhati-hati terhadap aktiviti merokok.
Sepatutnya di zaman kita ini para ulamak sepakat membuat keputusan ini. Sesungguhnya keputusan ahli feqah dalam masalah ini diasaskan atas pandangan pakar perubatan. Bilamana pakar perubatan menjelaskan bahawa gejala ini (merokok) meninggalkan implikasi buruk kepada kesihatan manusia, sepatutnya ahli feqah menetapkan hukum haram kepada aktiviti merokok, kerana setiap perkara yang menyebabkan kesan buruk kepada kesihatan manusia mesti diharamkan di sisi syarak.
2. Sebab diharamkan:
Ada sesetengah orang mengatakan “ Bagaimanakah mereka boleh mengharamkan pokok ini tanpa nas ? “
Jawapannya :
Sesungguhnya tidak mesti penggubal undang-undang menaskan setiap satu perkara-perkara yang diharamkan, memadailah mereka menetapkan garis panduan atau kaedah-kaedah yang akan termasuk di bawahnya pecahan-pecahan dan unit-unit. Kaedah-kaedah ini boleh membataskannya. Adapun perkara-perkara yang khusus maka tidak mungkin membataskannya.
Memadai bagi penggubal undang-undang mengharamkan sesuatu yang jelek dan memudaratkan, supaya termasuk di bawahnya kebanyakan makanan dan minuman lain yang juga mempunyai unsur jelek dan memudaratkan. Kerana inilah ulamak sepakat mengharamkan pokok Hasyisyah ( pokok yang menyebabkan ketagih ) dan pokok lain yang mempunyai unsur ketagihan, walaupun tidak ada nas tertentu yang mengharamkannya secara khusus.
Imam Abu Muhammad Bin Hazam Azzahiri, kita sedia maklumi dia seorang yang berpegang dengan zahir nas, walaupun begitu beliau tetap mengharamkan sesuatu yang memudaratkan dengan memakannya, kerana berpegang dengan nas-nas yang umum. Beliau mengatakan : “Setiap sesuatu yang boleh memudaratkan maka ianya adalah haram, berdasarkan sabda nabi S.A.W yang bererti : “ Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan terhadap sesuatu, maka sesiapa memudaratkan dirinya sendiri atau orang lain maka dia telah tidak melakukan ihsan dan sesiapa yang tidak melakukan ihsan, maka dia telah menyalahi ketetapan, iaitu ketetapan Allah mesti melakukan ihsan terhadap segala sesuatu.”
Boleh juga menjadikan dalil untuk hukum ini, sabda Nabi S.A.W yang bererti : “ tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan” , begitu juga firman Allah yang bermaksud : “ Janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah sangat mengasihi kamu”.
Antara ungkapan feqah yang paling baik berhubung pengharaman memakan makanan yang boleh memudaratkan ialah ungkapan Iam Nawawi didalam kitab Raudah , beliau berkata ; "Setiap sesuatu yang memudaratkan apabila dimakan seperti kaca, batu, racun maka hukum memakannya adalah haram. Setiap sesuatu yang suci yang tidak menimbulkan mudarat memakannya maka hukum memakannya adalah halal kecuali sesuatu yang dianggap jelek seperti mani dan hingus, maka memakannya adalah haram mengikut pendapat yang betul. Harus meminum ubat yang mengandungi sedikit racun yang tidak membahayakan, jika diperlukan".
3. Mudarat Harta
Manusia tidak harus membelanjakan hartanya kepada perkara yang tidak berfaedah sama ada di dunia atau akhirat, kerana mereka sebenarnya pemegang amanah ke atas harta yang ditinggalkan kepada mereka. Sebenarnya kesihatan dan harta adalah dua amanah Allah, maka tidak harus manusia memudaratkannya atau mensia-siakannya. Kerana hakikat inilah, maka Nabi S.A.W melarang seseorang mensia-siakan hartanya.
Perokok membeli kemudaratan dirinya dengan kesucian hartanya, ini tidak harus di sisi syarak. Firman Allah yang bermaksud : “ Janganlah kamu membazir,sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membazir".
Tidak ragu-ragu lagi bahawa menghabiskan harta dengan merokok adalah perbuatan mensia-siakan harta. Maka bagaimana pula jika di samping merosakkan harta (kerosakan yang diyakini berlaku atau tidak yakin ) wujud juga perbuatan merosakkan badan ?
4. Mudarat Penghambaan
Di sana ada kemudaratan lain yang biasanya tidak disedari oleh penulis-penulis mengenainya, iaitulah kejiwaan, saya maksudkan dengan mudarat jiwa ialah kebiasaan merokok dan seumpamanya akan memperhambakan jiwa manusia dan seterusnya kebiasaan yang hina ini akan menjadikan jiwa manusia sebagai mangsanya. Manusia tidak mampu meloloskan diri daripadanya dengan mudah apabila mereka ingin melakukannya pada sesuatu ketika kerana sebab-sebab tertentu, seperti kemunculan bahaya pada badannya, menampakkan kesan yang negatif dalam pendidikan anaknya ataupun kerana keperluannya yang mendesak untuk membelanjakan harta pada benda lain yang lebih berguna dan sepatutnya ataupun untuk sebab-sebab lain.
Melihatkan kepada mudarat penghambaan jiwa ini , kami mendapati sesetengah perokok sanggup menganiayai makan minum anak-anaknya dan perbelanjaan asas keluarganya, kerana ingin memuaskan tabiatnya ini, kerana dia sememangnya sudah tidak boleh dianggap orang yang mampu membebaskan diri daripadanya. Di suatu hari nanti apabila perokok telah menjadi lemah seumpama ini, kehidupannya pasti goyah, pertimbangannya jadi tidak seimbang, keadaannya hina, pemikirannya bercelaru dan emosinya mudah tertekan kerana satu-satu sebab atau tanpa sebarang sebab. Tidak ragu-ragu lagi kemudaratan seumpama ini patut diambil kira dalam mengeluarkan hukum merokok.
5. Merokok diharamkan di sisi syarak
Di zaman kita ini tidak ada pendapat yang boleh menghalalkan merokok dalam apa bentuk sekalipun, selepas Persatuan Sains Perubatan membicarakan panjang lebar implikasi buruk merokok serta kesannya yang negatif, golongan elit dan orang awam juga mengetahui keburukan merokok dan dikuatkan lagi oleh perangkaan.
Apabila telah gugur pendapat bahawa merokok harus secara mutlak, maka yang ada hanyalah pendapat makruh dan haram. Sesungguhnya telah jelas kepada kita melalui perbincangan lalu bahawa hujjah haram merokok lebih kemas dan mantap. Inilah pendapat kita . Perbincangan lalu juga dijadikan garis panduan bagi memastikan terdapat mudarat pada tubuh badan, mudarat pada harta, dan mudarat pada jiwa dengan sebab merokok secara berterusan. Sesungguhnya setiap perkara yang boleh menjejaskan kesihatan manusia ianya mesti diharamkan di sisi syarak.
Allah Taala berfirman dan maksudnya : “ Dan janganlah kamu campakkan diri-diri kamu ke kancah kebinasaan”, “ Dan janganlah kamu membunuh diri-diri kamu, sesungguhnya Allah amat mengasihi kamu” , “ Dan janganlah kamu membazir, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membazir”. “ Dan janganlah kamu melakukan pembaziran,sesungguhnya orang-orang yang membazir adalah saudara syaitan.” Di sana ada kemudaratan tubuh badan dan di sana juga ada kemudaratan harta benda, maka menggunakan sesuatu yang memudaratkan manusia adalah diharamkan, berdasarkan firman Allah yang bermaksud : “ Janganlah kamu membunuh diri-diri kamu" . Kerana fakta inilah wajib kita berfatwa, merokok adalah haram di zaman kita ini.
Hakikat yang tidak boleh diragukan lagi bahawa kalangan doktor sepakat mengatakan terdapat kesan yang sangat buruk dalam aktiviti merokok. Benar kesan buruknya tidak segera tapi beransur-ansur. Namun kesan mudarat segera dan beransur-ansur adalah sama saja dari segi haramnya. Racun yang memberi kesan lambat atau segera sama saja, kedua-duanya diharamkan.
Manusia tidak harus memudaratkan atau membunuh dirinya dan mereka juga tidak boleh memudaratkan orang lain. Berkenaaan ini Nabi S.A.W bersabda : “ Tidak memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan “ , iaitu engkau tidak boleh memudaratkan diri engkau dan orang lain.
Merokok meninggalkan implikasi yang sangat buruk kepada diri manusia mengikut kesepakatan doktor sedunia, lantaran ini kerajaan-kerajaan sedunia mewajibkan syarikat yang mengiklan rokok menyebut “ Merokok Membahayakan Kesihatan”, selepas mereka yakin merokok memudaratkan semua orang. Justeru itu golongan fuqaha tidak boleh berselisih pendapat tentang mengharamkan merokok.
Lima unsur asasi yang disebut oleh ahli-ahli usul dan orang yang mendalam dalam bidang agama, serta mewajibkan supaya bersungguh-sungguh dijaga dan tidak boleh dimudaratkannya, ialah Agama, Jiwa, Akal, Keturunan dan Harta Benda. Maka kesan merokok terhadap agama : ada di kalangan orang ramai tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan lantaran tidak dapat menahan diri dari merokok.
Keturunan turut menerima kesan buruk dari merokok, samada perokok itu salah seorang dari ibu, bapa atau kedua-duanya. Bahkan janin akan menerima kesan buruk ekoran ibu yang merokok. Ini bermakna perokok tidak memudaratkan dirinya sahaja bahkan ianya turut memudaratkan orang lain. Di sini ada yang dinamakan merokok secara terpaksa ataupun merokok dengan paksaan. Ini boleh berlaku melalui orang lain yang merokok tanpa rasa malu, sedangkan dia tidak merokok, dia hanya menyedut asap rokok secara tidak langsung ketika dia duduk berhampiran perokok atau berada di persekitaran yang ada aktiviti merokok.
Maka anda wahai perokok, secara tidak langsung anda telah memudaratkan diri anda sendiri dan juga orang lain. Maka kerana kemudaratan ini dan kemudaratan yang lain merokok mesti diharamkan dan ulamak mesti sepakat mengharamkannya. Sesungguhnya ada sesetengah ulamak meletakkan sebagai paksi sebilangan besar hukum merokok di atas kemampuan kebendaan sahaja. Maka haram merokok bila mana perokok berada dalam kesempitan duit untuk merokok dan makruh bagi orang yang mampu membeli rokok. Ini adalah pendapat yang tidak betul dan tidak mantap.
Para ulamak dan doktor sedunia sepakat, menjadikan faktor mudarat tubuh badan dan mudarat jiwa sebagai satu faktor besar dalam menentukan hukum merokok, di samping mudarat harta. Sesungguhnya orang kaya tidak berhak membelanjakan dan menghabiskan hartanya dengan sewenang-wenangnya, kerana hartanya itu sebenarnya milik Allah dan masyarakat.
Orang Islam yang rasional sepatutnya menjauhkan diri dari penyakit yang merosakkan ini, kerana rokok telah diyakini mempunyai unsur-unsur yang jelek, ianya tidak tergolong dalam makanan yang berkualiti lantaran tiada faedah samada untuk dunia dan akhirat.
Nasihat saya kepada pemuda-pemuda secara khusus, supaya mereka mengelak diri dari terjebak dengan penyakit yang boleh merosakkan kesihatan mereka, melemahkan kekuatan dan kesuburan mereka. Mereka hendaklah tidak menjadi mangsa kekeliruan yang dibayangkan kepada mereka, bahawa merokok adalah tanda kelelakian dan tanda peribadi merdeka.
Mana-mana individu dari kalangan pemuda yang terlibat dengan aktiviti merokok, mampu melepaskan diri daripadanya dan mengalahkannya (kerana beliau masih diperingkat awal ) sebelum penyakit ini bertapak kukuh dan mengalahkannya jika tidak nanti sukar baginya melepaskan diri dari cengkamannya kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah.
Menjadi tanggungjawab media massa memfokuskan kempen yang teratur dengan berbagai cara untuk menjelaskan keburukan merokok. Tanggungjawab penyusun skrip, pengeluar dan penerbit filem, teater dan drama bersiri pula ialah mengekang propoganda ke arah merokok dengan mempamerkan rokok dalam gambaran yang sesuai dan tidak sesuai pada setiap keadaan.
Tanggungjawab kerajaan pula ialah berganding bahu membasmi penyakit ini dan membebaskan rakyat dari bahananya walaupun kerajaan mengalami kerugian cukai berjuta-juta, namun kesihatan rakyat dan anak bangsa dari segi jasmani dan spiritual lebih penting dan berharga dari wang ringgit. Sebenarnya kerajaan menanggung kerugian dari segi kebendaan ketika mana kerajaan mengizinkan merokok. Ini adalah kerana kos yang dikeluarkan oleh kerajaan untuk menjaga pesakit yang menghidap pelbagai penyakit dan ancaman ekoran aktiviti merokok berlipat kali ganda melebihi hasil kutipan cukai yang dikenakan ke atas tembakau, kalau dibandingkan kerugian ekoran kekurangan produktiviti negara dengan sebab ramai perokok tidak dapat menjalankan tugas lantaran menderita pelbagai penyakit.
Kami memohon ke hadrat Allah Taala agar menyinari hati-hati kami memberi kefahaman yang mendalam kepada kami tentang agama kami, mengajar apa yang boleh memberi faedah kepada kami, memberi faedah dengan sesuatu yang kami telah tahu, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi hampir dengan hamba-hambaNya. Selamat dan salam ke atas penghulu kami Muhammad S.A.W, ahli keluarganya dan sahabat-sahabatnya.
WALLAHU A`LAM
sumber http://www.qaradawi.net
Fatwa Syeikh Al-Qaradawi Mengenai Waktu Berbuka Puasa Bagi Mereka Yang Berada Di Udara
--------------------------------------------------------------------------------
Fatwa Syeikh Al-Qaradawi Mengenai Waktu Berbuka Puasa Bagi Mereka Yang Berada Di Udara
As-Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi, ketua persatuan ulamak sedunia telah mengeluarkan fatwa pada hari Ahad lepas mengenai penentuan waktu berbuka puasa bagi orang yang bermusafir dengan menaiki kapal terbang. Beliau menyatakan bahawa waktu berbuka puasa bagi mereka ini adalah ketika jatuhnya matahari atau hilangnya matahari dari penglihatan mereka, iaitu bukan mengikut negara yang ia berada di atasnya.
Mengikut fatwanya, setiap penumpang-penumpang kapal terbang yang ingin berbuka puasa, waktunya tidak boleh mengikut negara yang mereka bertolak daripadanya dan juga tidak boleh mengikut negara yang ditujukannya dan juga negara yang ia berada atasnya. Akan tetapi waktunya ialah ketika hilangnya matahari daripada penglihatan mata lender meraka.
As-Syeikh berkata, sesungguhnya dia dikejutkan ketika sekembalinya beliau daripada Kaherah ke Doha pada awal Ramadhan baru-baru ini dengan pengumuman daripada seorang pilot asing yang bukan islam bahawa sekarang telah masuknya waktu berbuka puasa, dalam waktu yang sama matahari masih terpampang dan siangnya masih jelas. Pengumuman itu berpandukan kepada negara yang berada di bawahnya telah memasuki waktu berbuka.
Fadhilatussyeikh telah menceritakan dialognya bersama penumpang-penumpang first class yang duduk bersebelahannya. Syeikh berkata, tidak harus kamu berbuka puasa sebelum terbenamnya matahari, sebenarnya waktu maghrib masih belum masuk, adakah sah kamu solat maghrib pada tika ini? Jawab mereka, tidak!! Maka aku menjawab balik, demikianlah juga berbuka puasa, tidak boleh ia dilakukan sebelum tiba masanya.
Aku mengakhirkan kalamku dengan mengatakan bahawa manusia itu setiapkali dia berada ditempat tinggi daripada bumi maka akan lewat matahari itu terbenam. Demikianlah juga orang-orang yang tinggal di bukit-bukau atau ditempat –tempat yang tinggi maka akan lewatlah terbenamnya matahari dari penglihatan mereka berbanding dengan orang-orang yang tinggal berhampirannya di tempat rendah atau tanah berdatar.
Akhirnya, Al-Qaradawi telah meminta pesawat Qatar (yang berlaku kejadian ini) dan juga pesawat-pesawat arab lain supaya memperingatkan pilot-pilot supaya berhati-hati dengan perkara ini dan memastikan waktu berbuka puasa betul-betul selepas terbenamnya matahari.
rujukan :
- http://qaradawi.net/site/topics/article.asp?cu_no=2&item_no=7127&version=1&template_id=197&parent_id=196
- kamus al-asr
--------------------------------------------------------------------------------
Fatwa Syeikh Al-Qaradawi Mengenai Waktu Berbuka Puasa Bagi Mereka Yang Berada Di Udara
As-Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi, ketua persatuan ulamak sedunia telah mengeluarkan fatwa pada hari Ahad lepas mengenai penentuan waktu berbuka puasa bagi orang yang bermusafir dengan menaiki kapal terbang. Beliau menyatakan bahawa waktu berbuka puasa bagi mereka ini adalah ketika jatuhnya matahari atau hilangnya matahari dari penglihatan mereka, iaitu bukan mengikut negara yang ia berada di atasnya.
Mengikut fatwanya, setiap penumpang-penumpang kapal terbang yang ingin berbuka puasa, waktunya tidak boleh mengikut negara yang mereka bertolak daripadanya dan juga tidak boleh mengikut negara yang ditujukannya dan juga negara yang ia berada atasnya. Akan tetapi waktunya ialah ketika hilangnya matahari daripada penglihatan mata lender meraka.
As-Syeikh berkata, sesungguhnya dia dikejutkan ketika sekembalinya beliau daripada Kaherah ke Doha pada awal Ramadhan baru-baru ini dengan pengumuman daripada seorang pilot asing yang bukan islam bahawa sekarang telah masuknya waktu berbuka puasa, dalam waktu yang sama matahari masih terpampang dan siangnya masih jelas. Pengumuman itu berpandukan kepada negara yang berada di bawahnya telah memasuki waktu berbuka.
Fadhilatussyeikh telah menceritakan dialognya bersama penumpang-penumpang first class yang duduk bersebelahannya. Syeikh berkata, tidak harus kamu berbuka puasa sebelum terbenamnya matahari, sebenarnya waktu maghrib masih belum masuk, adakah sah kamu solat maghrib pada tika ini? Jawab mereka, tidak!! Maka aku menjawab balik, demikianlah juga berbuka puasa, tidak boleh ia dilakukan sebelum tiba masanya.
Aku mengakhirkan kalamku dengan mengatakan bahawa manusia itu setiapkali dia berada ditempat tinggi daripada bumi maka akan lewat matahari itu terbenam. Demikianlah juga orang-orang yang tinggal di bukit-bukau atau ditempat –tempat yang tinggi maka akan lewatlah terbenamnya matahari dari penglihatan mereka berbanding dengan orang-orang yang tinggal berhampirannya di tempat rendah atau tanah berdatar.
Akhirnya, Al-Qaradawi telah meminta pesawat Qatar (yang berlaku kejadian ini) dan juga pesawat-pesawat arab lain supaya memperingatkan pilot-pilot supaya berhati-hati dengan perkara ini dan memastikan waktu berbuka puasa betul-betul selepas terbenamnya matahari.
rujukan :
- http://qaradawi.net/site/topics/article.asp?cu_no=2&item_no=7127&version=1&template_id=197&parent_id=196
- kamus al-asr
HUKUM BERAMAL DENGAN HADIS DAIF , MENURUT PANDANGAN ULAMAK
بسم الله الرحمن الرحيم
Apa yang berlaku pada hari ini ialah timbulnya satu puak yang mendakwa mereka adalah pejuang sunnah , tauhid dan tajdid.mereka sangat mempertikaikan hadis daif seolah – seolah hadis daif itu jatuh ketahap hadis maudu’ ( palsu ) dan menganggap beramal dengan hadis daif adalah satu perbuatan yang keji.tidak hairanlah kalau mereka benar-benar menghentam ahli – ahli sufi dan tasauwuf hanya kerana mereka berpegang pada hadis daif.tidak ketinggalan juga yang menjadi mangsa mereka ialah Jemaah tabligh.pernah sekali aku duduk mendengar kuliah seorang ustaz yang meyindir jamaah tabligh di sebabkan mereka membaca kitab fadail amal yang dikarang oleh maulana zakaria kandahlawi seorang ulamak tersohor di india kerana ada hadis daif didalamnya.apalah salahnya orang – orang tabligh membaca dan menela’ah kitab itu hanya sekadar untuk menghairahkan mereka dalam beribadah kepada Allah , bukannya untuk berhujjah menetapkan sesuatu itu halal ataupun haram.dengan adanya sedikit kelapangan,ingin aku menulis serba sedikit mengenai hadis daif ini.
Menurut pendapat kebanyakan ulamak , hadis terbahagi kepada tiga darjat :
1 ) sahih
2 ) hasan
3 ) daif
Pembahagian tersebut dibuat ialah kerana sekiranya hadis itu mempunyai sifat – sifat yang tinggi untuk diterima maka dinamakan hadis sahih atau sifat – sifatnya yang sederhana maka dinamakan hadis hasan,atau tidak mempunyai sifat sahih dan hasan maka dinamakan hadis daif.disini aku hendak memfokuskan hadis daif.hadis daif ialah hadis yang tidak memenuhi dengan lengkap syarat-syarat hadis sahih , dalam erti kata yang lain , ada kesahihan dalam hadis tersebut , tetapi ia tidak sempurna.oleh itulah para ulamak memasukkannya didalam senarai hadis yang maqbul ( yang diterima ).
Hadis daif terbahagi kepada dua :
Pertama : kedaifannya boleh diperkuatkan dengan hadis daif yang sama tetapi melalui jalan – jalan periwayatan yang lain dengan syarat perawi yang daif itu lemah dari segi ingatannya ( hafalannya ) atau kedaifannya disebabkan ia meriwayatkan secara mursal ( iaitu tidak disebutkan nama sahabat nabi dalam rangkaian sanad ).didalam masalah ini , jika terdapat hadis yang sama kandungannya , tetapi melalui jalan-jalan periwayatan yang lain , maka hadis tersebut akan naik tarafnya ( martabatnya ) kepada HASAN LIGHOIRIHI ,dengan itu hadis tersebut diketogorikan didalam hadis maqbul ( diterima ) dan boleh digunakan didalam hujjah sehingga didalam soal hukum hakam.
Kedua : kedaifannya tidak dapat diperkuatkan , walaupun mempunyai banyak jalan periwayatannya . ia dinamakan sebagai al wahi ( sangat lemah ).perkara ini akan berlaku jikalau perawinya itu ternyata seorang yang fasiq atau dituduh berbohong.hadis seperti ini , ulamak mengatakan bahawa : jika diperkuatkan dengan bukti-bukti dan riwayat-riwayat yang lain,maka tarafnya naik melebihi taraf hadis munkar atau hadis yang tidak ada asalnya.pada ketika itu ia boleh diamalkan dalam soal fadilat-fadilat amal.ia tidak boleh diamalkan dalam hal aqidah dan hukum hakam.sesetengah ulamak mengatakan ia juga tidak boleh dijadikan rujukan untuk penafsiran al quran.
Dengan itu , beramal dengan hadis daif dalam segala jenis amalan yang berbentuk targhib dan tarhib , dalam soal adab , sejarah , ketatasusilaan , kisah tauladan dan seumpamanya adalah dibolehkan.
Perkara ini telah disepakati ( ijma’ ) oleh para ulamak seperti yang dinukilkan An-Nawawi , Ibn Abdul Barr dan selain mereka. Malah Imam Nawawi menukilkan pandangan ulamak bahawa dalam hal – hal tersebut disunnatkan beramal dengan hadis daif . ( perkara sunnat yang termasuk dalam himpunan usuluddin dan hukum hakam )
Bagi pandangan Ibnu Hajar , Al Sakhawi dan selainnya mengatakan : disyaratkan bagi penerimaan hadis daif dalam perkara – perkara terbabit, ianya jangan terlalu kuat kedaifannya. Ia hendaklah dijadikan sebagai asas yang termasuk dalam kaedah syarak yang menyeluruh dan hendaklah hadis tersebut tidak bercanggah dengan hadis yang sahih.
Didalam membincangkan hukum-hukum berkaitan hadis daif , Abu Al Sheikh Ibn Hibban dalam kitabnya an nawaib meriwayatkan secara marfu’ hadis Jabir yang berbunyi : “ barang siapa yang sampai kepadanya sesuatu daripada Allah yang memuatkan sesuatu fadilat , lalu dia beramal dengan keimanan terhadapnya serta mengharapkan ganjaran pahalanya , maka Allah memberi kepadanya yang demikian itu , sekalipun sebenarnya bukan begitu”
Hadis diatas adalah punca asas yang besar bagi ulamak untuk membincangkan tentang hadis daif.
Sesetengah ulamak ada juga menjadikan hadis daif sebagai hujjah, sepertimana yang dinukilkan oleh ulamak daripada Imam Ahmad bin Hanbal bahawa dalam soal hukum hakam , beliau berpegang dengan hadis daif ( jika ditampung kedaifan tersebut dengan kemasyuran hadis terbabit )beliau juga mengutamakan hadis daif daripada pandangan .
Imam Al Zarkasyi menukilkan bahawa ulamak hanafiyah juga lebih mengutamakan hadis daif daripada pandangan akal. Begitu juga mazhab Abu Daud , mereka mengutamakan hadis daif berbanding penggunaan akal.
Oleh itu ulamak sepakat ( ijma’ ) membolehkan beramal dengan hadis daif dalam bab targhib dan tarhib . tidak ada yang menyanggahnya kecuali Ibn Al Arabi sepertimana yang dinukilkan oleh Ibn Solah , namun tidaklah mutlaq.sebenarnya tidak ada percanggahan antara beliau dengan ijma’ ulamak dalam hal keharusan beramal dengan hadis daif jika kena pada tempatnya. Penolakan beliau terhadap hadis daif hanya terbatas kepada alasan – alasan yang diberikannya sahaja.
Sebenarnya untuk menentukan sama ada hadis itu sahih atau hasan atau daif diukur secara zahir terhadap nama-nama yang terdapat didalam sanad.hadis –hadis, sama ada sahih atau hasan atau daif tidaklah ditentukan dari segi hakikat , kerana yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah jua.
Ulamak hadis mengatakan bahawa : mungkin ada di antara hadis yang sahih,pada hakikatnya ia adalah daif dan ada di antara hadis yang daif , pada hakikatnya ia adalah sahih . yang menjadi kewajipan kita ialah membuat kajian dan berijtihad.
Sebelum aku mengakhiri perbincangan ini , ingin aku tinggalkan beberapa pendapat ulamak yang mengharuskan beramal dengan hadis daif .
1 . Ibn Mahdi menyebut didalam kitab Al Madkhal : Apabila kami meriwayatkan daripada Nabi SAW tentang halal haram dan hukum hakam , maka kami akan memperketatkan sanad-sanadnya dan kami akan membuat pemeriksaan terhadap rijalnya ( nama-nama perawi ) . tetapi apabila kami meriwayatkan hal-hal berkaitan fadilat , ganjaran pahala dan seksa , maka kami mempermudahkan sanad-sanadnya dan kami bertolak ansur dengan rijalnya.
2 . Imam Ramli ada menyebut : hadis-hadis yang terlalu daif ( iaitu hadis yang dinamakan al wahiah ) apabila sebahagiannya bergabung dengan sebahagian yang lain , maka ia boleh dijadikan hujjah dalam bab ini ( fadilat , nasihat , sejarah dan seumpamanya ).
3 . Imam An Nawawi menyebut didalam kitab Al Azkar : para fuqaha’ dan ahli hadis mengatakan harus dan sunnat beramal dalam soal fadilat , targhib dan tarhib dengan hadis yang daif selagi ianya bukan hadis maudu’ ( palsu ).
Hanya ini sahaja yang dapat aku kumpulkan pandangan ulamak yang mengharuskan beramal dengan hadis daif , mungkin banyak lagi , namun kerana kurangnya kelapangan tidak dapat aku tuliskan semuanya.
Sekian…………………….
والله اعلم بالصواب
JANGAN PERCAYA AKAN RAMALAN AHLI NUJUM SOTONG PAUL
kepada peminat bola sepak yang beragama islam , aku berpesan agar tidak mempercayai akan ramalan yang dibuat oleh sotong PAUL . ianya bertentangan dengan akidah islam.tiada siapa yang mengatahui perkara yang ghaib melainkan ALLAH yang maha mengatahui.ini mungkin salah satu usaha daripada musuh islam untuk merosakkan aqidah ummat islam.dalam suasana yang panas ini dalam menyokong pasukan yang diminati , macam 2 boleh berlaku.marilah kita sama 2 menjaga aqidah kita daripada dipesongkan oleh musuh - musuh islam . ameen................
TN GURU HJ SALLEH SIK nasihatkan kepimpinan PAS jaga cakapan , jangan keluarkan kenyataan mirip WAHABI
Untuk memastikan PAS kukuh dan kuat kita perlu bersatu dan kuat .
Berucap didalam sesi kuliah di rumah YAB MB Kedah pagi tadi , Tn Guru seru pucuk pimpinan PAS jangan keluar kenyataan berunsur fahaman wahabi ...Tn Guru Hj Salleh minta pemimpin PAS agar berhati2 berdepan dengan pihak media.
Tidak dapat dinafikan PAS sekarang berpuak2 kerana berbeza aliran pendapat ...
PAS perlu kukuhkan perjuangan untuk meruntuhkan kerajaan UMNO/BN FASIQ ...
Oleh kerana itu PAS perlu kukuhkan jemaah , jangan keluarkan kenyataan berunsur wahabi !!!
Tn Guru menasihati pucuk pimpinan PAS agar hormati pendapat Ahli Sunnah Wal Jamaah seperti yang telah dilaksanakan mengikut undang2 tubuh kerajaan dibawah naungan raja2 melayu selama ini , iaitu fekah mengikut mazhab Syafie manakala Tauhid mengikut mazhab Asyairah atau tauhid sifat 20 ...
Jangan sekali2 keluarkan kenyataan yang menimbulkan kekeliruan dalam jemaah yang bukan semua memahai semua ini...
Dicatat oleh Muhammad Fazilul Helmi Raidzan di 9
Berucap didalam sesi kuliah di rumah YAB MB Kedah pagi tadi , Tn Guru seru pucuk pimpinan PAS jangan keluar kenyataan berunsur fahaman wahabi ...Tn Guru Hj Salleh minta pemimpin PAS agar berhati2 berdepan dengan pihak media.
Tidak dapat dinafikan PAS sekarang berpuak2 kerana berbeza aliran pendapat ...
PAS perlu kukuhkan perjuangan untuk meruntuhkan kerajaan UMNO/BN FASIQ ...
Oleh kerana itu PAS perlu kukuhkan jemaah , jangan keluarkan kenyataan berunsur wahabi !!!
Tn Guru menasihati pucuk pimpinan PAS agar hormati pendapat Ahli Sunnah Wal Jamaah seperti yang telah dilaksanakan mengikut undang2 tubuh kerajaan dibawah naungan raja2 melayu selama ini , iaitu fekah mengikut mazhab Syafie manakala Tauhid mengikut mazhab Asyairah atau tauhid sifat 20 ...
Jangan sekali2 keluarkan kenyataan yang menimbulkan kekeliruan dalam jemaah yang bukan semua memahai semua ini...
Dicatat oleh Muhammad Fazilul Helmi Raidzan di 9