Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur’an pada
Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur’an tidak menerangkan siapakah
sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang
didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya
matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur’an secara
rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal
ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui.
Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur’an, baik pada Surat
Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal
yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan
utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia.
Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya:
“Sesungguhnyapada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang berakal.” (Q.s.Yusuf: 111)
Kisah Dzulqarnain, mengandung contoh seorang raja saleh yang
diberi oleh Allah kekuasaan di bumi, yang meliputi Timur dan
Barat. Semua manusia dan penguasa negara tunduk atas
kekuasaannya, dia tetap pada pendiriannya sebagai seorang
yang saleh, taat dan bertakwa. Sebagaimana diterangkan di
bawah ini:
“Berkata Dzulqarnain, ‘Adapun orang yang menganiaya, maka
kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan
kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang
tiada taranya’.” (Q.s. Al-Kahfi: 87).
“Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka
baginya pahala yang terbaik sebagai balasan …” (Q.s.
Al-Kahfi: 88).
Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-Qur’an, hanyalah
mengenai perginya Dzulqarnain ke arah terbenamnya matahari,
sehingga berada pada tempat yang paling jauh. Di situ
diterangkan bahwa dia telah melihat matahari seakan-akan
terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya. Sebenarnya,
matahari itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi
penglihatan kita saja yang seakan tampak matahari itu
terbenam (jatuh) ke laut. Padahal matahari itu terbit
menerangi wilayah (bangsa) lain.
Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke
tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata
air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu
juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di
tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu
pula dengan kaum Ya’juj dan Ma’juj.
Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya
semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat
imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang
dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya
membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari
bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu
berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai
karunia dari Allah dan rahmat-Nya.
Firman Allah swt. dalam Al-Qur’an:
“Dzulqarnain berkata, ‘Ini (bendungan atau benteng) adalah
suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji
Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur
lebur); dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (Q.s. Al-Kahfi:
98).
Tujuan utama dari Al-Qur’an dalam uraian di atas ialah
sebagai contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi
kekuasaan yang besar pada kesempatan yang luar biasa dan,
kekuasaannya mencakup ke seluruh penjuru dunia di sekitar
terbit dan terbenamnya matahari. Dalam keadaan demikian,
Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan istiqamahnya tidak
berubah.
Firman Allah swt.:
“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan di bumi dan Kami
telah memberikan kepadanya (Dzulqarnain) jalan (untuk
mencapai) segala sesuatu.” (Q.s. Al-Kahfi: 84).
Mengenai rincian dari masalah tersebut tidak diterangkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, misalnya waktu, tempat dan
kaumnya, siapa sebenarnya mereka itu. Karena tidak ada
manfaatnya, maka sebaiknya kami berhenti pada hal-hal yang
diterangkan saja. Jika bermanfaat, tentu hal-hal itu
diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan