Sahabat-sahabat ketahuilah setiap ibadah itu memiliki nilai lahir dan bathin. Demikian pula dengan puasa.
Banyak orang-orang yang tidak mengetahui dan menyadari ini, sehingga akhirnya hanya berkutat terhadap hal-hal yang lahir dan mengabaikan yang bathin.
Berkait dengan puasa, maka ketahuilah bahwa puasa itu ada tiga tingkatan, puasa awam, puasa khawas, puasa khawas al- khawas.
Puasa awam adalah menahan perut dan kemaluan untuk melampiaskan syahwat. Ini adalah puasanya anak-anak. Puasa Khawas adalah menahan pendengaran, penglihatan dan lisan dan tangan dan kaki dan semua anggota badan dari perbuatan dosa, ini adalah puasa orang-orang shalih. Adapun puasa khawas al-khawas adalah puasa hati dan pikiran dari hal-hal yang diharamkan Allah Swt, yang demikian adalah puasa para nabi dan para shiddiqiin.
Banyak orang-orang dewasa yang telah sempurna akalnya, tetap berpuasa dengan cara puasa awam. Ketahuilah bahwa apabila hanya menahan lapar dan dahaga ia tidak berbeda dengan anak-anak berusia 8 atau 10 tahun. Maka hal ini tidak akan berfaedah apa-apa baginya, kecuali lapar dan dahaga. Karena sesungguhnya untuk orang dewasa, ia tidak boleh lagi hanya berpuasa demikian, namun ia harus meningkat, dengan berpuasa dalam tingkatan khawas.
Adapun puasa Khawas maka itu adalah puasanya orang-orang shalih, yaitu menahan anggota badan dari perbuatan dosa. Ini dapat sempurna dengan enam perkara yaitu :
1. Mengurangi pandangan Mata
Mengurangi pandangan mata (menghindari pandangan yang haram) dan menahannya dari memperbanyak pandangan terhadap segala yang tercela dan makruh dan dari segala sesuatu yang dapat menyibukkan hati dan memalingkan perhatian dari berzikir kepada Allah Swt.
Rasulullah Saw bersabda:
Memandang (yang haram) adalah panah beracun dari panah-panah iblis la’natuLlah alaih. Barang siapa yang dapat meninggalkannya, maka Allah akan memberi iman yang dapat dirasakan manisnya di dalam hati.
Diriwayatkan dari sahabat Jabir dari Anas ra, dari Rasulullah Saw sesungguhnya beliau bersabda :
Lima hal membatalkan orang yang berpuasa : Berdusta, mengumpat, menggunjing kejelekan orang lain, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat.
2. Menjaga Lidah
Menjaga lisan dari pembicaraan dan dusta dan mengumpat dan menggunjing dan berbicara kotor menjijikkan dan pertengkaran dan riya’. Wajib baginya untuk selalu membiasakan diri diam dan menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah Swt dan membaca Al-Qur’an. Inilah yang dinamakan puasa lisan.
Sufyan Atsauri telah berkata, “mengumpat itu membatalkan puasa”. Diriwayatkan dari Mujahid, dua hal membatalkan puasa, mengumpat dan berdusta”. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya puasa adalah perisai. Apabila salah satu diantara kamu berpuasa hendaklah jangan berbuat keji dan berbuat kebodohan. Dan apabila ada seseorang mengajak bertengkar atau mengutuknya maka hendaklah ia menjawab, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Dan sesungguhnya telah datang penjelasan di dalam hadits bahwa dua orang wanita berpuasa pada zaman Rasulullah Saw. Keduanya didera rasa lapar dan haus yang bersangatan pada sore hari hingga hampir membunuh keduanya. Maka datanglah utusan keduanya memintakan izin kepada Rasulullah Saw untuk berbuka. Maka dikirimkan sebuah mangkok untuk kedua orang itu dan Rasulullah Saw bersabda, ‘Katakan kepada mereka berdua,’Muntahkanlah di tempat ini apa yang telah kalian akan muntagkan’. Maka salah satu dari orang itu memuntahkan separuh darah dan separuh daging, dan orang yang satunya lagi juga seperti itu, sehingga mangkok itu penuh. Orang- orangpun merasa heran maka Rasulullah Saw bersabda, “Inilah kedua orang yang berpuasa dengan apa yang dihalalkan Allah Swt baginya dan berbuka dengan apa yang diharamkan untuk mereka. Salah satu dari mereka duduk kepada yang lain untuk mengumpat orang lain. Maka inilah yang mereka makan dari daging mereka yang diumpat.
3. Menahan Pedengaran
Menahan pendengaran dari hal yang dimakruhkan karena apa yang haram dibicarakan maka haram pula untuk didengarkan. Oleh karena itu Allah Swt menyamakan dosa orang yang mendengarkan perkataan dusta dengan orang yang memakan barang haram. Allah Swt berfirman yang artinya “Mereka mendengarkan perkataan dusta dan memakan makanan haram”. Oleh karena itu berdiam diri mendengarkan gunjingan dan umpatan adalah haram, karena Allah Swt berfirman, “Jikalau demikian maka engkau seperti mereka”. (sama-sama mengumpat orang lain). Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang mengumpat dan yang mendengarkan sama dalam perbuatan dosa”.
4. Menahan Anggota Badan
Menahan anggota badan yang lain seperti tangan, dan kaki dari perbuatan dosa dan perbuatan yang tidak baik, dan menahan perut dari memakan barang yang syubhat ketika berbuka puasa. Karena tidaklah yang dimaksudkan berpuasa itu tidak memakan yang halal pada siang hari akan tetapi berbuka dengan yang haram. Maka perumpamaannya seperti orang yang hendak membangun istana akan tetapi merubuhkan negara.
Karena makanan yang halal itu berbahaya disebabkan banyaknya bukan karena macamnya. Dan puasa itu menyedikitkan makanan, tidak memperbanyaknya sehingga ia dapat menjadi obat. Dan yang haram itu merupakan racun bagi agama sedangkan yang halal itu sebagai obat yang bermanfaat apabila sedikit dan berbahaya apabila banyak. Dan maksud puasa adalah menyedikitkan obat.
Telah bersabda Rasulullah Saw, “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak ada bagi puasanya itu melainkan hanya membuat mereka lapar dan dahaga”. (diterangkan maksudnya adalah mereka yang berbuka dengan makanan yang haram). Ditafsirkan pula mereka yang menahan diri dari makanan yang halal akan tetapi berbuka dengan daging manusia oleh sebab menggunjing dan mengumpat orang lain. Ada yang mengatakan, yang dimaksud adalah merkeka yang tidak menjaga anggota badannya dari perbuatan dosa.
5. Tidak Memperbanyak Makan ketika Berbuka
Hendaklah tidak memperbanyak makan meskipun dengan makanan yang halal ketika berbuka sehingga perut menjadi penuh. Tidak ada tempat yang paling dibenci oleh Allah Swt selain perut yang penuh dengan makanan, walaupun makanan halal. Maka bagaimana dapat diperoleh faidah puasa yaitu untuk memerangi syetan dan menghancurkan syahwat.
Bahkan terkadang dipersiapkan berbagai macam makanan sehingga berlangsunglah kebiasaan untuk menyimpan berbagai makanan untuk menghadapi bulan ramadhan sehingga mereka memakan beraneka makanan yang tidak mereka makan pada bulan-bulan yang lain.
Telah diketahui bahwa maksud puasa adalah untuk menghancurkan hawa nafsu agar jiwa menjadi kuat dan taqwa kepada Allah Swt. Apabila kita mengkosongkan perut pada siang hari sampai berbuka, hingga syahwat menjadi lemah kemudian kita makan yang serba lezat sampai kenyang, maka akan berakibat syahwat bertambah kuat dan jiwa menjadi lemah.
Hakikat puasa dan rahasianya adalah untuk melemahkan kekuatan syahwat yang menjadi perantara (wasilah) bagi setan untuk kembali masuk ke tubuh manusia. Dan itu tidak dapat tercapai melainkan dengan menyedikitkan makan yaitu dengan memakan makanan yang biasa dimakan pada malam hari ketika tidak berpuasa. Jika tidak demikian, maka kurang bermanfaatlah puasa yang dijalankan.
Dan termasuk bagian dari etika orang berpuasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari melainkan apabila benar-benar diserang rasa haus dan lapar. Dan hendaklah ia merasakan melemahnya kekuatan syahwat di dalam dirinya sehingga hatinya ketika itu berubah menjadi bersih. Dan dalam kelemasan hendaklah tetap dilakukan amal baik dari shalat malam atau wirid, barang kali syetan telah meninggalkan hatinya sehingga hatinya dapat melihat alam malakut, dan Laylatul Qadr.
Dan barang siapa yang menempatkan makanan diantara hati dan dadanya maka cukuplah itu menjadi hijab (tirai penghalang). Kemudian orang yang mengkosongkan perutnya dari makanan, maka belumlah cukup untuk menyingkap tirai/hijab sebelum ia mengkosongkan himmah (hasrat) nya dari selain Allah Swt. Dan kesemuanya itu di mulai dengan menyedikitkan makanan.
6. Takut dan Harap
Hendaklah setelah berbuka puasa hatinya bergantung antara rasa takut dan harap karena tidak mengetahui apakah puasanya diterima, sehingga menjadi golongan orang yang didekatkan kepada Allah Swt, ataukah puasanya ditolak sehingga dimasukkan pada golongan orang yang dijauhkan.
Diriwayatkan bahwa seseorang berkata kepada Ahnaf bin Qais, “Sesungguhnya engkau adalah orang yang telah berusia lanjut, dan puasa dapat membuatmu lemah.” Ia menjawab, “Sesungguhnya aku mempersiapkan ini untuk perjalanan yang sangat jauh. Sesungguhnya sabar melaksanakan ta’at kepada Allah itu lebih ringan daripada sabar menanggung azab-Nya.
Maka inilah makna bathin dari puasa. Jadi, jelaslah bahwa ibadah itu ada aspek lahir dan aspek bathin. Ada kulit dan adapula isinya. Oleh karena itu orang-orang yang berakal, akan menyempurnakan keduanya.
Referensi: Kitab Puasa, Ihya Ulumuddin, Imam al Ghazali
.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan