Yerusalem Timur – Kontroversi kaum Yahudi yang meminta parlemen Israel, Knesset, untuk membolehkan mereka beribadah kompleks Masjid al-Aqsa, mendapat tentangan keras dari umat Islam di Palestina.
Kalau Israel tetap ngotot, kata Bsiso, berarti pemerintah Israel benar-benar bermain api. “Israel harus mengendalikan nafsunya,” tambah Bsiso.“Tidak diragukan lagi, masalah ini berpotensi akan memprovokasi warga biasa berekasi keras dibanding masalah lainnya,” ujar Ihab Bsiso, kepala kantor urusan media pemerintah Palestina di Ramallah, Tepi Barat Sungai Yordan, tulis Al Jazeera, Rabu (12/11/2013).
Seorang wanita juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, yang tak mau disebut nama, mengatakan: “Saya setuju. Masalah ini sangat sensitif dan bisa memicu ledakan besar. Saya percaya draf undang-undang yang membolehkan orang Yahudi berdoa di situs suci itu tak bakal lolos. Pemerintah dan perdana menteri Israel menyadari potensi keputusan ini bakal bercabang-cabang.”
Hingga beberapa pekan lalu, sebagian besar para cerdik pandai Palestina menampik kemungkinan warga Palestina akan bergolak dalam waktu dekat.
Namun draf undang-undang yang membolehkan orang Yahudi berhak berdoa di lapangan terbuka Masjid al-Aqsa membuat para pengamat tergerak meninjau kembali penilaian mereka sebelumnya. Darf yang masih dibahas di Knesset, harus merujuk pada “waktu dan ruang” bagi orang Yahudi yang berharap bisa bersembahyang di sana.
Haram al-sharifatau “tempat suci” sudah menjadi tempat khusus bagi umat Islam sejak orang-orang Arab menduduki Palestina pada abad ke 7. Namun, Masjid al-Aqsa itu dibangun di atas Kuil Gunung (Temple of Mount), salah satu situs suci orang Yahudi. Di situlah letak permasalahannya.
Sejak Israel menduduki Jerusalem pada 1967, tempat suci ini menjadi saksi beberapa kejadian provokasi. Pada 1969, mimbar indah Masjid al-Aqsa pernah dibakar oleh Denis Michael Rohan, Zionis-Kristen asal Australia.
Ia merasa Yerusalem dikuasai oleh Sultan Saladin setelah menang dalam perang salib melawan Romawi pada tahun 1187. Pada 1982, Alan Goodman – tentara Israel keturunan Yahudi Amerika memberondong orang-orang yang sedang salat di Kubah Batu, dan membunuh dua orang dan melukai 11 orang lainnya.
Pada tahun 2000, pemimpin oposisi Ariel Sharon mengunjungi Kuil Suci dan ditemani 1.000 polisi yang ngotot bilang situs suci Islam ini “tetap di tangan kami”. Ini provokasi yang memicu ‘perang batu” Intifada Kedua.
Kaum Muslimin memandang ulah kaum Yahudi di situs suci ini merugikan mereka dan termasuk menyerang keyakinan mereka sendiri. Sheikh Muhammed Hussein menganggap, perusakan Masjid al-Aqsa sama saja dengan merusak Ka’bah di Mekkah.
Orang Israel juga menyebut situs ini secagai tempat suci. Hingga beberapa tahun lalu, Kepala Rabbi (ulama) di Israel mengeluarkan fatwa yang melarang kaum Yahudi berdoa atau bahkan berjalan di Kuil Gunung. Kaum Yahudi hanya boleh berdoa di “tembok luar”. Tetapi belakangan Pusat Rabbi sepertinya melonggarkan aturan itu.
Namun juru bicara Kepala Rabbi menyangkal ada perubahan kebijakan terkait laranga beribadah di titik suci umat Islam ini. “Itu masih berlaku,” kata David Lau, juru bicara Kepala Rabbi Israel.
Para ulama Islam menganggap situs itu juga amat penting bagi penganut agama Yahudi (Yudaisme). Namun hingga sekarang kaum Yahudi tetap tegak berdiri meskipun tanpa Kuil Gunung atau Yerusalem.
“Tempat ini memang khusus sebagai rumah umat Islam bersembahyang selama 14 abad tanpa terputus. Kami umat Islam tidak boleh menyerah pada keinginan dan mitos Yahudi,” kata Ikrema Sabri, imam di Masjid al-Aqsa. [tjs]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan