Kaum Musyabbihah ketika kita katakan kepada mereka bahwa Allah tidak membutuhkan kepada tempat dan arsy karena arsy adalah makhluk Allah dan Allah tidak membutuhkan kepada makhluk-Nya sendiri; mereka tidak memiliki jawaban bagi kebenaran logika ini walaupun mereka tetap bersikukuh dengan aqidah tasybîh mereka, hanya saja sebagian mereka dengan alasan dan argumen yang dibuat-buat (Takalluf) mengatakan bahwa Allah di atas arsy dan bahwa di atas arsy itu tidak ada tempat. Kadang mereka mengatakan bahwa tempat itu hanya berada di bawah arsy saja, adapun di atas arsy tidak ada tempat. Ungkapan aneh ini seperti pernyataan salah seorang pimpinan mereka; Muhammad Nashiruddin al-Albani, dalam catatan tambahannya (Ta'lîq) atas Matan al-'Aqîdah ath-Thahâwiyyah menuliskan bahwa arsy itu berada di atas semua makhluk dan di atas arsy tersebut tidak ada makhluk apapun.
Jawab:
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari, Imam al-Bayhaqi dan lainnya, dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
إنّ اللهَ لمَا قَضَى الْخَلقَ كَتَب في كِتَابٍ فَهُوَ مَوْضُوعٌ عِنْدَهُ فَوْقَ العَرْشِ إنّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي / رواه البخاري والبيهقي
"Sesungguhnya setelah Allah menciptakan segalamakhluk-Nya Dia menuliskan dalam satu kitab, yang kitab tersebut kemudianditempatkan di atas arsy, tulisan tersebut ialah "Sesungguhnya rahmat-Kumengalahkan murka-Ku". (HR. al-Bukhari dan al-Bayhaqi)
Dengan demikian tidak dapat dipungkiri baik secara logika atau dalam tinjauan syari'at bahwa di atas arsy terdapat tempat. Karena seandainya di atas arsy tidak ada tempat maka tentunya Rasulullah tidak akan mengatakan "Kitab tersebut kemudian ditempatkan di atas arsy" (Fa Huwa Maudlû' 'Indahu Fawq al-arsy)" sebagaimana redaksi riwayat Imam al-Bukhari dalam kitab Shahîh-nya. Teks hadits ini justru memberikan penjelasan kepada kita bahwa di atas arsy tersebut terdapat tempat dengan bukti bahwa kitab tersebut berada diatasnya.
Jika ada kaum Musyabbihah mengatakan bahwa kata "fawqa" (di atas) dalam hadits ini dalam pengertian "dûna" (di bawah)".
Jawab:
Pemaknaan semacam ini adalah takwil yang sama sekali tidak memiliki dasar. Metode takwil itu hanya diberlakukan ketika dibutuhkan untuk itu. Sementara dalam hadits ini sama sekali tidak ada kebutuhan untuk memberlakukan takwil tersebut". Lalu kita katakan juga kepadanya: "Bukankah kalian anti terhadap takwil sehingga kalian memahami teks-teks mutasyâbihât dalam makna zahirnya?! Bukankah kalian mengklaim bahwa yang melakukan takwil adalah seorang mu'ththil (orang yang menfikan sifat-sifat Allah)?! Lantas mengapa kalian hendak memberlakukan takwil terhadap hadits ini?!".
Bahkan tidak hanya kitab bertuliskan "Inna RahmatîGhalabat Ghadlabî" saja yang berada di alat arsy, bahkan tentang al-Lauhal-Mahfuzh terdapat dua pendapat ulama terkait dengan tempatnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Lauh al-Mahfuzh berada di atas arsy, sebagian lainnya mengatakan berada di bawah arsy. Artinya posisi al-Lauh al-Mahfuzh ini dalam dua kemungkinan; ada kemungkinan di atas arsy, dan ada kemungkinan di bawah arsy. (Lihat al-Ihsân Bi Tartîb Shahîh Ibn Hibbân,j. 7, hlm. 5, lihat pula Fath al-Bâri, j. 13, hlm. 526).
Hal ini karena tidak ada teks yang secara jelas menyebutkan posisi al-Lauh al-Mahfuzh tersebut apakah di atas arsy atau di bawah arsy?!
Dengan demikian, di atas dasar pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa al-Lauhal-Mahfuzh berada di atas asry berarti kaum Musyabbihah yang berkeyakinan Allah di atas arsy telah menempatkan Allah dalam posisi yang sama sejajar dengan makhluk-Nya sendiri, yaitu al-Lauh al-Mahfuzh. Dan bila demikian, di atas dasar keyakinan kaum Musyabbihah maka berarti sebagian dari arsy adalah tempat bagi Allah dan sebagian lainnya adalah tempat bagi al-Lauh al-Mahfuzh, dan sebagaian lainnya tempat bagi kitab yang bertuliskan "Inna Rahmatî SabaqatGhadlabî". Na'ûdzu Billâh. Apakah ini dinamakan tauhid?! Adakah seorang ahli tauhid dapat menerima keyakinan buruk semacam ini?!
Di antara dalil yang dapat menguatkan bahwa kitab bertuliskan "Inna Rahmatî Sabaqat Ghadlabî" benar-benar berada di atas arsy selain hadits riwayat al-Bukhari dan al-Bayhaqi di atas adalah hadits riwayat Imam an-Nasa-i yang mempergunakan kata "'Alâ al-arsy". Redaksi riwayat Imam an-Nasa-i ini dengan sangat jelas menyebutkan bahwa kitab tersebut berada di atas arsy.
Kemudian hadits lainnya dalam riwayat Imam Ibn Hibban mempergunakanredaksi "Marfû' Fawq al-arsy". Redaksi ini memberikan pemahaman nyata bahwa kitab tersebut berada di atas arsy. Dari sini apakah kaum Musyabbihah masih keras kepala mengatakan bahwa di atas arsy tidak ada tempat?! Adakah jalan bagi kaum Musyabbihah untuk tetap kabur?!
Dengan demikian pernyataan sebagian kaum Musyabbihah bahwa di atas arsy tidak ada tempat sama sekali tanpa dasar. Dan pentakwilan sebagian mereka terhadap kata "Fawqa" dengan makna "Dûna" adalah takwil yang batil. Karena sesungguhnya metode takwil itu hanya diberlakukan terhadap beberapa teks dalam kondisi tertentu yang menuntut keharusan untuk itu, seperti adanya tuntutan argumentasi logis (Dalîl'Aqliy), atau adanya tuntutan dalil tekstual (Dalîl Naqliy) terhadap keharusan takwil tersebut, sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh para ulama ushul fiqih. Karena apa bila pada setiap teks syari'at diberlakuakan takwil maka segala teks-teks tersebut akan menjadi kesia-siaan belaka yang tidak memiliki faedah. Padahal seluruh teks syari'at baik teks al-Qur'an maupun hadits-hadits Rasulullah harus dihindarkandari segala bentuk kesia-siaan.
Adapun makna "'Indahu" dalam hadits di atas bukan dalam pengertian di sisi atau disamping Allah. Penggunaan 'Inda di sini adalah untuk menunjukanpemuliaan (Li at-Tasyrîf). Artinya, bahwa kitab bertuliskan "Inna Rahmatî Sabaqat Ghadlabî" adalah kitab yang dimulikan oleh Allah, bukan artinyakitab ini bersampingan dengan Allah. Dalam bahasa Arab penggunaan kata 'Indatidak hanya berlaku bagi arah dan tempat saja, tapi juga sering digunakan padayang bukan makna arah dan tempat sebagaimana hal ini telah disepakati oleh paraulama bahasa sendiri, contoh ini adalah firman Allah tentang tempat parapenduduk surga:
فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِندَ مَلِيكٍ مُّقْتَدِرٍ / القمر: 55
Penggunaan kata 'Indadalam ayat ini bukan untuk memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat di surgabersampingan dengan orang-orang bertakwa, tapi dalam pengertian bahwa surgatersebut adalah tempat yang dimuliakan oleh Allah. Inilah yang dimaksud dengan 'Indiyyahat-Tasyrîf.
Demikian pula dengan makna hadits di atas, penyebutan 'indadi sana bukan berarti Allah bersampingan dengan kitab tersebut. Imam Badruddin al-Aini dalam kitab Syarh Shahîh al-Bukhâri dalam penjelasan hadits ini menuliskan bahwa penyebutan 'Inda di sini bukan dalam pengertian tempat. Karena penggunaan 'Inda tidak hanya diperuntukan bagi tempat saja. Contohnya dalam firman Allah tentang keadaan orang-orang pelaku dosa di akhirat:
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُوا رُءُوسِهِمْ عِندَرَبِّهِمْ / السجدة: 12
Yang dimaksud ayat ini bukan berarti orang-orang berdosa itu menundukan kepalanya disisi Tuhannya dalampengertian bersampingan dengan-Nya, tapi yang dimaksud ialah bahwa Allahmengkhabarkan kepada kita bahwa para pelaku dosa itu di kelak akan menundukankepala, artinya mereka menjadi orang-orang yang sangat dihinakan oleh Allah.
Dari sini kita katakan kepada kaum Musyabbihah: Jika kalian bersikukuh memaknai 'Indahu dalam hadits di atas secara makna zahirnya; yaitu dalam pengertian Allah bertempat di atas arsy dan bahwa kitab bertuliskan "Inna Rahmatî Sabaqat Ghadlabî" berada di samping Allah bersama-Nya, lantas bagaimanakah kalian memaknai firman Allah QS.As-Sajdah: 12 di atas?! Apakah kalian akan memaknai ayat ini secara zahirnya pula bahwa Allah ada bersampingan bersama orang-orang pelaku dosa tersebut di bumi?! Tapi jika kalian mentakwil ayat ini lantas mengapa kalian tidak mentakwil hadits di atas?! Kaum Musyabbihah tidak akan memiliki jawaban atas ini.
Kemudian kita bacakan pula firman Allah yang menceritakan tentang doa Asiyah:
إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِندَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ / التحريم:11
bahwa yang dimaksud ayat inisama sekali bukan berarti Asiyah memohon dibangunkan rumah di surga yang rumahtersebut bersampingan dengan Allah, tapi yang dimaksud adalah rumah di surgayang dimuliakan oleh Allah.
Demikian pula dengan firman Allah tentang adzab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth:
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍمُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ / هود: 83- 82
Makna ayat ini: "Kami (Allah) menghujani kaum Nabi Luth tersebut dengan bebatuan dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi yang bebatuan tersebut telah diberi tanda oleh Tuhanmu (wahai Muhammad), di mana peristiwa itu semua terjadi sesuai dengan kehendak dan ilmu Allah". Bukan maknanya bahwa bebatuan yang dibakar tersebut berada disamping Allah. Apakah kaum Musyabbihah akan mengambil zahir ayat ini dengan mengatakan bahwa bebatuan yang dibakar tersebut berada di atas arsy di samping Allah, atau mereka memiliki pemahaman lain?! Jika mereka tidak memahaminya sesuai zahirnya kita katakan kepada mereka: "Itu adalah takwil, bukankah kalian anti takwil?!".
Kita lihat pula apa yang akan dikatakan oleh kaum Musyabbihah dalam memahami hadits Qudsi yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahîh-nya,juga diriwayatkan oleh para Imam lainnya, bahwa Rasulullah bersabda: Allahberfirman:
يَا ابْنَ ءَادَم مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي،قَالَ: يَا رَبُّ كَيْفَ أعُوْدُكَ وأنْتَ رَبُّ العَالَمِين؟ قَالَ: أمَاعَلِمْتَ أنّ فُلانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ، أمَا عَلِمْتَ أنّكَ لَوْ عُدْتَهُلَوَجَدْتَنِيْ عِنْدَهُ. يَا ابْنَ ءَادَم اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي،قَالَ: يَا رَبُّ كَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأنْتَ رَبُّ العَالَمِيْن؟ قَال: أمَاعَلِمْتَ أنّهُ اسْتَطْعَمَكَ فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ، أمَا عَلِمْتَ أنّكَ لوْأطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلكَ عِنْدِي. يَا ابْنَ ءَادَم اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْتَسْقِِنيْ، قَالَ: يَا رَبُّ كَيْفَ أسْقِيْكَ وَأنْتَ رَبُّ العَالَمِيْن؟ قَالَاسْتَسْقَاكَ فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ، أمَا إنّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَذَلِكَ عِنْدِي / رواه مسلم
Dengan alasan apapun redaksihadits Qudsi ini tidak boleh dipahami dalam makna zahirnya, karena orang yang memahami makna zhahirnya maka berarti ia mensifati Allah dengan sifat-sifat manusia. Sebab makna zahirnya menyebutkan seakan Allah sakit dan Dia berada di samping orang yang sedang sakit, seakan-akan Allah kelaparan dan Dia berada di samping orang yang sedang kelaparan, dan seakan-akan Allah kehausan dan bahwaDia bersama orang yang tengah kehausan. Dengan demikian orang yang memahami makna zahir teks hadits Qudsi ini akan jatuh dalam faham tasybîh. Apa yang akan dikatakan oleh kaum Musyabbihah tentang makna hadits ini?! Kita dapat pastikan bahwa mereka tidak akan mengambil makna zahir redaksi hadits Qudsi ini.
Dari sini kita katakan kepada mereka: "Pemahaman kalian terhadap hadits Qudsi ini dengan tidak mengambil makna zahirnya adalah takwil! Lantas darimanakah kalian mengatakan bahwa seorang Mu'awwil adalah seorang Mu'ath-thil?!Jika demikian maka berarti kalian telah mengklaim diri kalian sendiri sebagai Ahlat-Ta'thil...!".
Imam an-Nawawi dalam kitab al-Minhâj Bi Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj, j. 16, h. 125, dalam menjelaskanhadits Qudsi di atas menuliskan sebagai berikut:
"Para ulama mengatakan bahwa penyandaran kata sakit dalam hadits Qudsi inikepada Allah adalah dalam pengertian bahwa Allah memuliakan hamba-Nya yang sedangsakit, (bukan artinya Allah yang sakit). Kemudian pengertian "Wajadtanî' Indahu...", bukan dalam pengertian bahwa Allah berada di samping orang yang sakit tersebut, tapi dalam makna bahwa jika kita menjenguk orang yang sakit maka kita akan mendapatkan pahala dan kemuliaan dari Allah".
Imam al-Qâdlî Badruddin ibn Jama'ah dalam kitab Idlâhad-Dalîl, hlm. 198, dalam penjelasan hadits ini menuliskan sebagai berikut:
"Tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam keharusan mentakwil hadits ini. Zahir teksnya mengungkapkan seakan-akan Allah sendiri yang sakit, minta makan dan minta minum. Tapi penyendaran hal-hal tersebut yang dimaksud bukan kepada Allah tetapi kepada seorang wali dari wali-wali-Nya. Hal ini seperti firman Allah: "InTanshurullâh Yanshurkum" (QS. Muhammad: 7), juga seperti firman-Nya: "InnalladzinaYu'dzûnallâha Wa Rasûlulahu..." (QS. Al-Ahzab; 57), yang dimaksud kedua ayat ini bukan berarti Allah yang butuh kepada bantuan dan pembelaan, juga bukan berarti Allah yang disakiti atau diperangi, tapi yang dimaksud adalah agama Allah dan para wali-Nya.
Kemudian makna "Lawajadtanî 'Indahu..." artinya jika engkau menjenguk hamba Allah yang sakit tersebut maka engkau akan mendapatkan rahmat, keridlaan dan kemuliaan dari Allah. Pemahaman ini seperti dalam firman Allah: "WaWajadallâha 'Indahu..." (QS. An-Nur: 39), bukan artinya ia akan mendapati Allah tetapi dalam pengertian akan mendapati balasan dari Allah, karena itu lanjutan ayat tersebut adalah "Fa Waffâhu Hisâbah", artinya Allah memenuhi segala perhitungan dari balasan siksa yang telah dijanjikan kepadaorang yang kafir".
Imam Ibn Jahbal dalam karya Risâlah Fi Nafy al-Jihah 'An Allâh menuliskan sebagai berikut:
"Penggunaan 'Inda dapat bertujuan untuk menunjukan kemuliaan dan keluhuran derajat, contohnya dalam firman Allah tentang Nabi Dawud:
وَإِنَّ لَهُ عِندَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَئَابٍ / ص: 25
Artinya bahwa Nabi Dawud memiliki kemuliaan dan keluhuran derajat bagi Allah, dan memiliki tempat kembali yang mulia. Penggunaan 'Inda dapat pula bukan untuk tujuan semacam itu, contohnya dalam sabda Rasulullah bahwa Allah berfirman (hadits Qudsi): "Anâ 'Inda Zhanni 'Abdî Bî...", (artinya bukan berarti Allah berada di samping setiap orang)".
Terdapat banyak sekali penggunaan kata 'Inda dalam ayat-ayat al-Qur'an dan dalamhadits-hadits Rasulullah yang sama sekali bukan untuk pengertian tempat dan arah. Artinya bukan dalam pengertian "di sisi" atau "di samping". Di antaranya firman Allah tentang beberapa Nabi-Nya:
وَإِنَّهُمْ عِندَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ اْلأَخْيَارِ / ص: 47
Makna ayat ini bukan berarti para Nabi yang merupakan orang-orang pilihan dan orang-orang baik tersebut berada di tempat di samping tempat Allah, tapi makna 'Indanâ dalam ayat ini ialah bahwa para Nabi tersebut adalah orang-orang yang dimuliakan oleh Allah.
Imam al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani (w 852H) dalam kitab Fath al-Bâri, j. 13, hlm. 429, dalampenjelasan redaksi hadits "...'Indahu 'Alâ al-arsy", menuliskan sebagai berikut:
"Adapun pemahaman kata "'Indahu" telah dinyatakan oleh Ibn Baththal sebagai berikut: Kata 'Inda dalam dasar penggunaan bahasa adalah untuk tempat, namun Allah maha suci dari berada pada tempat atau arah. Karena bertempat adalah sifat benda yang dapat punah, dan itu baharu. Sementara Allah maha suci dan tidak layak dari segala tanda kebaharuan. Karena itu, menurut satu pendapat, yang dimaksud hadits ini ialah bahwa Allah maha mengetahui dengan Ilmu-Nya yang Azaliy tentang orang-orang yang berbuat taat kepada-Nya hingga Allah memberikan balasan pahala bagi mereka, dan bahwa Allah maha mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali tentang orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya hingga Allah menimpakan balasan siksa bagi mereka. Hal ini dikuatkan dengan lafazh hadits sesudahnya, yaitu "Ana 'Inda Zhanni 'Abdî Bî". Hadits ini jelas bukan untuk memberikan paham tempat.
Ar-Raghib al-Asbahani menuliskan bahwa kata 'Inda dipergunakan dalam beberapa hal, diantaranya untuk pengertian tempat yang dekat, untuk mengungkapkan keyakinan;seperti bila dikatakan "'Indî Fî Kadzâ Kadzâ" maka artinya; "Menurut keyakinan saya tentang ini adalah begini...". Kadang dipergunakan juga untuk mengungkapkan derajat yang luhur atu kemuliaan, seperti firman Allah tentang orang-orang yang mati syahid: "Ahyâ'un 'Inda Rabbihim..." (QS.Ali 'Imran: 169).
Adapun firman Allah: "In Kâna Hâdzâ Huwa al-Haqq Min 'Indika..." (QS. Al-Anfal: 32), yang dimaksud Min 'Indika dalam ayat ini adalah Min Hukmika, artinyadari hukum-Mu dan ketentuan-Mu.
Kemudian Ibn at-Tin mengatakan bahwa penggunaan 'Inda dalam hadits ini adalah untuk menetapkan bahwa kitab tersebut benar-benar berada di atas arsy. Sementara tulisan "Inna Rahmatî Sabaqat Ghadlabi" bukan untuk tujuan agar Allah tidak melupakannya, karena Dia maha suci dari sifatlupa dan tidak ada suatu apapun yang tersembunyi bagi Allah. Tulisan tersebut untuk tujuan memberitahukan kepada para Malaikat yang memiliki tugas menyertai setiap orang mukallaf (Artinya bahwa rahmat Allah sangat luas)".
Pada j. 11,hlm. 505 dalam kitab yang sama dalam pembahasan sebuah hadits tentang Nabi Adam yang dapat mengalahkan argumen (Hujjah) Nabi Musa, al-Hâfizh Ibn Hajar menuliskan sebuah bab dengan judul: "Bâb: Tahâjjâ Âdam WaMusâ 'Indallâh" (Bahwa kelak akan mengadu argumen (Hujjah) antaraNabi Adam dan Nabi Musa). Kemudian Ibn Hajar menuliskan:
"Makna 'Inda dalamhadits ini adalah dalam pengertian kekhususan dan kemuliaan, bukan dalampengertian tempat".
Imam al-Hâfizhal-Muhaddits Waliyuddin Abu Zur'ah Ahmad ibn Abd ar-Rahim al-Iraqi (w 826 H) dalam karyanya berjudul Tharh at-Tatsrîb j. 8, hlm. 84, menuliskan sebagai berikut:
"Sabda Rasulullah "Fahuwa 'Indahu Fawq al-arsy", kata "'Indahu" adalah kata yang harus ditakwil. Karena makna zahirnya adalah pengertian tempat bagi sesuatu, sementara Allah maha suci dari tempat dan arah. Karena itu kata "'Inda" dalam hadits ini bukan dalam pengertian tempat, tetapi dalam pengertian"Pemuliaan". Artinya bahwa kitab tersebut berada di tempat yang dimuliakan dan diagungkan oleh Allah".
Kemudian Imam al-Hâfizh Ibn al-Jauwzi dalam kitab Daf'u Syubah at-Tasybîh, hlm. 61 dalam penjelasan makna "Indahu Fawq al-arsy" sebagai bantahan atas kaum Musyabbihah Mujassimah yang selalu berpegang teguh kepada makna-makna zahir teks mutasyabih menuliskan sebagai berikut:
"al-Qâdlî Abu Ya'la (salah seorang pemuka kaum Musyabbihah) memahami kata 'Indahu bahwa kitab bertuliskan "Inna Rahmatî Sabaqat Ghadlabî" tersebut dekat dengan Dzat-Nya. Ketahuilah, pengertian dekat dengan Allah itu bukan dalam makna jarak, karena jarak itu merupakan sifat benda. Dalam al-Qur'an tentang bebatuan yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth Allah berfirman: "Musawwamatan 'Inda Rabbik" (QS. Hud: 82); apakah ini akan diambil makna zahirnya?!".
WaAllâh A'lam Bi ash-Shawâb.
Wa al-Hamdu Lillâh Rabb al-'Âlamîn.
Waspadai terus kesesatan ajaran Wahhabi.....!!!
Periksa sanak famili kita jangan sampai ikut-ikutan ajaran sesat mereka....!!!
al-Imam Abdul Ghani an-Nabulsi berkata: "Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah memenuhi (bertempat) langit-langit dan (atau) memenuhi bumi, atau berkeyakinan bahwa Allah adalah benda yang duduk di atas arsy maka dia seorang yang kafir sekalipun dirinya mengaku muslim" (al Fath ar Rabbani)
YANG MASIH PANAS...
Di Atas Arsy Terdapat Tempat [[[ Membongkar Kesesatan Nashiruddin al Albani; Salah Satu Tiang Ajaran Sesat Wahhabi ]]]
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
SAMPAIKAN WALAU SATU AYAT
Sila gunakan browser firefox untuk melayari blog ini dengan sempurna. terima kasih
Assalamualaikum.. bismillahirahmanirahim.
" Segala bahan didalam blog ini di ambil, di olah dan ditulis dari pelbagai sumber. Kepada yang ingin mengambil apa2 jua bahan dalam blog ini dengan niat untuk mengembangsebarkan ilmu, tidak perlu meminta izin atau menyertakan link blog ini. Sebarkan dan panjangkanlah kepada semua demi kebaikkan ummah. Semoga info yang ada dapat memberi manfaat walaupun sedikit cuma, dan semoga dengan usaha sekecil ini pastinya tidak akan terlepas dari pandangan Allah.. insyaAllah.. Jika ada kesilapan dari setiap posting, tolong berikan nasihat dan komen. Maaf andai terlancar bahasa tersasar kata-kata. Saya hanya insan biasa yang tidak sunyi dari kesilapan. wallahualam."
Assalamualaikum.. bismillahirahmanirahim.
" Segala bahan didalam blog ini di ambil, di olah dan ditulis dari pelbagai sumber. Kepada yang ingin mengambil apa2 jua bahan dalam blog ini dengan niat untuk mengembangsebarkan ilmu, tidak perlu meminta izin atau menyertakan link blog ini. Sebarkan dan panjangkanlah kepada semua demi kebaikkan ummah. Semoga info yang ada dapat memberi manfaat walaupun sedikit cuma, dan semoga dengan usaha sekecil ini pastinya tidak akan terlepas dari pandangan Allah.. insyaAllah.. Jika ada kesilapan dari setiap posting, tolong berikan nasihat dan komen. Maaf andai terlancar bahasa tersasar kata-kata. Saya hanya insan biasa yang tidak sunyi dari kesilapan. wallahualam."
PERHATIAN!!! BLOG INI TIDAK MEWAKILI MANA-MANA PARTI , NGO DAN SEBAGAINYA. SEGALA TULISAN DI ISI MENGIKUT CITARASA HAMBA SENDIRI DAN HAMBA TIDAK BERTANGGUNGJAWAB ATAS KESELAMATAN DAN KERUGIAN PEMBACA DISEBABKAN BLOG INI..... SEKIAN
PERHATIAN !!!!!!
Sebarang artikle yang termaktub di dalam blog ini tidak semestinya menunjukkan sikap pengendali blog ini. Ambillah yang berfaedah dan tinggalkanlah yang sia - sia........
MENGAPA AKU BERKATA SYIAH RAFIDAH KAFIR ?
Sesungguhnya Allah telah memilih sahabat-sahabat untuk ku, Dia menjadikan mereka sebagai sahabat-sahabatku, mertua-mertuaku dan menantu-menantuku. Nanti akan muncul satu golongan selepas aku akan memburuk-buruk dan memaki hamun mereka.Sekiranya kamu menemui mereka, janganlah kamu mengahwini mereka, janganlah kamu makan dan minum bersama mereka, janganlah kamu berjemaah bersama mereka dan jangan kamu menyembahyangkan jenazah mereka. [Ali al-Muttaqi, Kanz al-‘Ummal, jil 11, m.s : 540 ]
Sabda Rasulullah S.A.W:
Sabda Rasulullah S.A.W:“Tahukah kamu siapakah orang yang muflis?” Jawab mereka: “Orang yang muflis dalam kalangan kami ialah sesiapa yang tiada dirham dan tiada harta”. Sabda baginda: “Orang yang muflis dalam umatku ialah sesiapa yang datang pada Hari Kiamat nanti bersama solat, puasa, zakat, juga dia pernah memaki seseorang, menuduh seseorang, memakan harta seseorang, menumpah darah seseorang dan memukul seseorang. Lalu diberikan kepada orang ini dan itu pahalanya. Jika pahala-pahalanya habis sebelum sempat dilangsaikan kesalahannya, maka diambil dosa-dosa mereka dicampakkan ke atasnya lantas dicampakkan dia ke dalam neraka” (Riwayat Muslim).
Al - Hadis
DARIPADA Abu Said katanya:
Aku mendengar Rasulullah (s.a.w.) bersabda: siapa yang melihat (dan tahu) sebarang kemungkaran, maka hendaklah diubahkannya dengan tangannya (kuasanya), kalau tidak berkuasa, maka (ubahlah) dengan lidahnya, dan kalau tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman (HR Muslim).
Aku mendengar Rasulullah (s.a.w.) bersabda: siapa yang melihat (dan tahu) sebarang kemungkaran, maka hendaklah diubahkannya dengan tangannya (kuasanya), kalau tidak berkuasa, maka (ubahlah) dengan lidahnya, dan kalau tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman (HR Muslim).
KUTIPAN DANA BAGI PEMBANGUNAN SRIBU
WAKTU SOLAT
Membangun Bersama Islam
Blog Archive
-
▼
2010
(195)
-
▼
Oktober
(76)
- Syiah yang bunuh Husain bukan Yazid
- Puak Syiah Di Malaysia
- Solat Syiah.flv
- syiah adalah yahudi
- aqidah syiah
- Kedudukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan disisi Ulama’ S...
- Kepahlawanan Para Shahabat Ketika Perang Yarmuk
- PERBEDAAN ANTARA AGAMA ISLAM DENGAN AGAMA SYI’AH, ...
- FATWA: HUKUM NIKAH MUT’AH (1)
- AQIDAH SYIAH TERHADAP AL QURAN
- HIKMAH KEMATIAN
- madah untuk wanita solehah
- Wanita Solehah Lebih Baik Daripada Bidadari Syurga
- Sifat-sifat wanita ahli syurga
- Ciri ciri wanita solehah
- TOLONG2 BACA BAGI YANG BERGELAR WANITA!!!!!!!!!!!!...
- IFF: Ulama muda 'pertahan' Rosmah, selar pembangkang
- Dalil Kebolehan Mencium Makam Rasulullah Atau Oran...
- Ajaran Sesat Yang Secara Dusta Disandarkan Kepada ...
- Edisi Bongkar : Dr Asri Kurang Ajar Perlekeh Ulama...
- Ulama Tunisia Kecam Menteri Agama yang Sebut Jilba...
- Siapa Bilang Pasukan AS Menang di Marjah? Taliban ...
- Siapa Taliban Terjemahan dari artikel "The Invisib...
- Taliban bunuh 4 tentera Amerika dalam tiga pertemp...
- Kulani: Imam Syiah Mempunyai Sifat Tuhan
- ESQ : Mufti Wilayah pertahan fatwa
- Khomeini Dan Aqidah Syiah Satu Kebangkitan Yang Palsu
- Perang Ke Atas Afghanistan
- Taliban Bantah Telah 'Bernegoisasi' Secara Rahasia...
- NATO tak mampu kalahkan Taliban
- Siapakah ad-Darimi al-Mujassim? Hati2, Ada 2 Orang...
- Di Atas Arsy Terdapat Tempat [[[ Membongkar Kesesa...
- Penjelasan Tentang Riddah (Keluar Dari Islam) Dari...
- Membongkar Kesesatan Wahabi Yg Mengatakan Bhw Kala...
- Dari Imam al-Ghazali Dalam Menjelaskan Aqidah Rasu...
- Di Antara Pernyataan Kaum Wahhabi Yang Menyesatkan...
- Pernyataan Ulama Ahlussunnah Tentang Kekufuran Ora...
- Pemahaman Ahlussunnah Tentang Hadîts an-Nuzûl; Mew...
- Jangan Salah Memahami Hadits Ini, Orang2 Wahhabi M...
- Dari Tafsir al-Qurthubi; Makna "Fawq" Dan Makna "a...
- KEPUTUSAN MUZAKARAH JAWATANKUASA FATWA KEBANGSAAN
- IMAM MAHDI SYIAH IALAH MESSIAH DAJJAL
- Imam Dua Belas di dalam Shahih Muslim?
- cerita orang yang mencabar hukum allah
- MENOLAK AQIDAH WAHABI ALLAH BERTEMPAT
- Hukum menerima bantuan dari wang haram
- SISTER IN ISLAM SESAT
- Arif Shah, Amin Shah, Judi & Hutang...
- DARAH HAIDH SERTA MASALAH YANG BERKAITAN DENGANNYA
- Pengertian Hadits
- Sejarah Ringkas Imam An-Nawawi
- Sejarah Ringkas Imam Al Baihaqi
- Sejarah Ringkas Imam Tirmizi
- Sejarah Ringkast Imam Muslim
- Sejarah ringkas Imam Bukhari
- Sejarah Ringkas Imam Hanbali
- Sejarah Ringkas Imam Hanafi
- Sejarah Ringkas Imam Malik
- Beza Akaun Islam Dan Konvensional
- Ulasan Hukum Sijil Simpanan Premium
- Saat Kematian
- Hukum Bersuci Bagi Pekerja Di Loji Kumbahan
- Penggunaan Bulu Babi
- Hukum Penggunaan Bulu Binatang Yang Halal Dimakan ...
- Sembahyang Jamak Kerana Menjalani Rawatan Penyakit...
- Hukum Menunaikan Haji Bagi Pesakit Yang Menjalani ...
- Hukum Skim Pinjaman Wang Daripada Koperasi Dan Seu...
- Suntikan Pelalian Vaksin Meningococcal Meningitis ...
- Hukum Bermabit Di Mina Bagi Jemaah Haji Yang Tidak...
- Akaun Simpanan Yang Tidak Aktif Dalam Lembaga Urus...
- Hukum Memakai Mask (Penutup Mulut Dan Hidung) Bagi...
- Hukum Penglibatan Orang Islam Dalam Aktiviti Candl...
- ADAKAH AL-KHIDIR MASIH HIDUP ?
- PENJELASAN TERHADAP FAHAMAN SYIAH
- Sejarah Singkat Imam Syafi'i
- Obama harapan dunia Islam?
-
▼
Oktober
(76)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan