Sebab awal timbulnya kesyirikan di muka
bumi adalah pemujaan berlebihan pada orang atau agamawan yang soleh, sebagaimana
terjadi pada kaum Nuh as dan ahli kitab masa lalu. Sikap ini tentu terlarang
dalam Islam.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, hai
ahli k tab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak
benar dalam agamamu. Dan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad), mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. "(Surah
al-Maidah [5]: 77).
Rasulullah menegaskan dalam hadisnya.
Rasulullah bersabda kepadaku menjelang waktu melontar jumrah Aqabah sedangkan
beliau berada di atas untanya. "Ambilkanlah batu kerikil untukku," maka aku
mengambilkan tujuh batu kerikil yang kecil baginya untuk melempar. Ketika beliau
meletakkan batu kerikil itu di tangannya, beliau bersabda, "Benar, lemparlah
dengan batu seperti ini." Kemudian, beliau bersabda, "Jauhilah sikap
berlebih-lebihan dalam beragama kerana sesungguhnya umat-umat terdahulu binasa
kerana sikap berlebih-lebihan dalam beragama. "(HR Ibnu Majah).
Seseorang dikatakan sebagai ulama
disebabkan oleh rasa takutnya pada Allah kerana ilmu dan kedalaman hikmahnya.
Darjat mereka ditinggikan Allah sebelum dimuliakan manusia. Allah berfirman,
"Nescaya Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang yang di
beri ilmu pengetahuan beberapa darjat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. "(Surah al-Mujadalah [58]: 11).
Katakanlah, "Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. "(Surah al-Zumar [39]: 9). Rasul
menegaskan, status dan peranan ulama itu adalah pewaris para nabi dalam
menyampaikan ilmu dan ajaran agama ke pada semua manusia setelah berakhirnya
pengutusan para nabi dan rasul.
"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang
padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari
jalan-jalan (me nuju) jannah, dan sesungguhnya para ma laikat benar-benar akan
meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut
ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit
dan yang ada di bumi, sampai ikan yang ada di tengah-tengah lautan pun memohon
ampun untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang
yang ahli ibadah ada lah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh
bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah
mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka
barangsiapa yang mengambilnya dia telah meng mengambil bahagian yang sangat
banyak. "(HR Tirmizi, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Bersikap objektiflah sebagaimana Rasul
memuliakan ulama dan tidak menjelekkan atau merendahkannya. Diriwayatkan dari
Ubadah bin al-Shamit, Rasul bersabda, "Bukanlah dari golongan umatku orang yang
tidak menghormati orang lebih besar di antara ka mi, tidak menyayangi anak kecil
kami, dan tidak mengetahui hak ulama kami." (HR Ahmad dan
Thabrani).
Bahkan, Allah menjelaskan bahawa
menjelek-jelekkan, mengolok-olok, dan merendahkan orang yang beriman itu salah
satu perbuatan dan kebiasaan orang-orang kafir dan munafik. "Kehidupan dunia
dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir dan mereka memandang hina
orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia
daripada mereka pada hari kiamat. Dan, Allah memberi rezeki kepada orang-orang
yang dikehendaki-Nya tanpa batas. "(Surah al-Baqarah [2]: 212).
Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari,
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Barangsiapa memusuhi
wali-Ku maka aku umumkan perang kepada mereka.'" Apa yang dimaksudkan dengan
wali Allah di sini adalah orang alim yang selalu taat dan ikhlas dalam
beribadah. Imam Syafii menjelaskan, jika para ulama itu bukanlah wali-wali
Allah, maka tidak ada wali Allah di muka bumi ini.
Ikrimah seorang tabi'in berkata,
"Janganlah kamu menyakiti seorang ulama kerana barangsiapa menyakitinya, bererti
dia telah menyakiti Rasulullah. Sebab, kedudukan ulama se bagai pewaris ilmu
para nabi untuk disampaikan kepada umat hingga hari kiamat nanti. Etika yang
baik dalam berhujah ulama adalah berhujah dengan retorika yang diajarkan
Allah.
Katakanlah, "Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar." (Surah al-Ba qarah [2]: 111).
Adapun kriteria ulama yang mendapatkan tempat untuk dihormati adalah ulama yang
takut kepada Allah dengan ilmunya dan mereka ikhlas dalam melanjutkan risalah
kenabian. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi Maha Pengampun. (QS Fathir
[35]: 28). Turutlah orang-orang yang tiada minta balasan kepadamu dan mereka
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Yasin [36]: 21).
"Sesiapa yang mempelajari ilmu dari
ilmu-ilmu yang (semestinya) dipelajari hanya kerana wajah Allah, namun ia
mempelajarinya untuk mendapatkan tujuan keduniaan, maka ia tidak akan mencium
bau syurga pada hari kiamat (kelak)". (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud). Wallahu
a'lam bish shawab.
sumber dari republika.co.id
Tiada ulasan:
Catat Ulasan