Bunuh diri (ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, Syariat Islam melarang segala macam tindakan membunuh atau menghilangkan nyawa, baik nyawa orang lain maupun diri sendiri melalui bunuh diri.
Yang berhak dan berwenang mematikan dan (begitu juga) menghidupkan seseorang adalah Allah SWT.
Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa ayat Alquran, diantaranya dalam Surah Al-Hajj (22) ayat 66, "Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu benar- benar sangat mengingkari nikmat.”
Kemudian Surat Al-Jasiyah (45) ayat 26, “Katakanlah, 'Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat, yang tidak ada keraguan pada- Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Allah SWT secara tegas melarang tindakan bunuh diri, apa pun alasannya. Larangan itu disebutkan antara lain dalam Surah An-Nisa' (4) ayat 29 yang artinya, “... janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepadamu.”
Selanjutnya, Allah SWT pun berfirman bahwa siapa saja yang melakukan bunuh diri maka kelak akan dimasukkan ke dalam neraka. (QS. 4: 30).
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ad-Dahak disebutkan, “Barangsiapa terjun dari sebuah bukit untuk menewaskan dirinya, maka kelak ia akan masuk neraka dalam keadaan terlempar jasadnya. Ia kekal dalam neraka selama-lamanya."
"Barangsiapa yang meneguk racun, dan racun itu menewaskan dirinya, maka racun itu akan tetap dalam genggaman tangannya sambil meneguknya di dalam neraka jahanam, la juga kekal di dalamnya selama-lamanya."
"Barangsiapa membunuh dirinya dengan sepotong besi, maka besi itu tetap berada di tangannya, lalu di dalam neraka jahanam ia tikamkan ke perutnya, la juga kekal di dalam neraka itu selama-lamanya."
Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jundub bin Abdillah, disebutkan bahwa ada seorang lelaki yang mendapat luka, yang membuat dirinya gelisah.
Lalu ia memotong tangannya dengan pisau dan darahnya terus mengalir sampai akhimya ia mati. Maka Allah SWT pun berfirman, "Hambaku telah menyegerakan kematiannya sebelum aku mematikannya. Aku mengharamkan surga baginya.”
Bunuh diri merupakan tindakan yang bertentangan dengan tujuan diturunkannya syarak yang daruriyah (yang mesti ada). sebagaimana terangkum dalam maqasidal-khamsah (tujuan syarak yang lima), yaitu hifz ad-din (memelihara agama), hifz an-nafs (memelihara jiwa), hifz an-nasl (memelihara keturunan), hifz al-aql (memelihara akal pikiran), dan hifz al-mal (memelihara harta kekayaan).
Para ahli fikih, sebagaimana dikatakan Imam Asy-Syatibi—ahli usul fikih Mazhab Maliki—sepakat menyatakan bahwa semua ajaran yang ditetapkan oleh Islam adalah untuk menjaga kemaslahatan yang lima itu.
Berdasarkan dalil-dalil di atas jelas bahwa bunuh diri merupakan perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan perintah agama. Karena besarnya dosa akibat perbuatan tersebut, maka tempat kembali orang yang melakukannya adalah neraka jahanam.
Dengan bunuh diri, seseorang akan merasakan penderitaan tiga kali, yaitu penderitaan di dunia yang mendorongnya berbuat seperti itu, penderitaan menjelang kematiannya, dan penderitaan yang kekal di akhirat nanti.
Dalam hadis dari Jabir bin Samrah yang diriwayatkan Abu Dawud dijelaskan bahwa suatu ketika Nabi SAW menceritakan seorang lelaki yang melakukan bunuh diri, lalu sabdanya, "Aku tidak mendirikan shalat untuknya.”
Mengingat beratnya risiko yang akan ditanggung oleh pelaku bunuh diri, Nabi SAW mengupayakan tindakan preventif agar umat Islam tidak boleh sekali-kali mengharapkan kematian karena suatu beban kesulitan yang menimpanya (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Tindakannya adalah dengan cara menghilangkan angan-angan kematian, sehingga seseorang terhindar dari keinginan untuk bunuh diri, karena bila angan-angan itu dibiarkan muncul, maka seseorang akan memiliki keberanian untuk melakukan perbuatan bunuh diri itu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan