KASUS pemerkosaan beramai-ramai seorang mahasiswi 23 tahun dalam bus kota di New Delhi pekan lalu, menggegerkan seantero India. Melecut polemik panas isu keamanan bagi perempuan. Masyarakat, politisi, aktivis ramai-ramai turun ke jalan, mengutuk para pemerkosa biadab yang merendahkan harkat perempuan.
Hukuman seberat-beratnya harus diberikan pada para pelaku. “Hukuman mati sangat penting. Saya sarankan para pelaku dibuat impoten, agar mereka tobat setiap hari di sepanjang sisa hidup mereka,” kata pemimpin Komnas Perempuan India (NCW), Mamta Sharma seperti dimuat Press Trust India, Kamis (20/12/2012).
Sharma menegaskan, pemerkosaan di bus kota yang merupakan fasilitas publik, adalah kasus yang memalukan, tak hanya bagi ibukota New Delhi, tapi mencoreng muka India sebagai sebuah negara beradab.
Sebuah wacana kemudian mengemuka. Emirates247 mengutarakan pertanyaan; apakah perkosaan ini ada hubungannya dengan semua hal yang berbau Bollywood—film serta musiknya?
Sudah sejak lama Bollywood, industri film dan musik India, mengemas seks dalam jualannya. Pakaian minim, lirik sugestif, dan tarian vulgar hampir selalu ada di film-film India. Tarian vulgar itu ditampilkan dengan cara menyodorkan panggul, saling memeluk, dan mendekatkan bibir ke bibir lawan jenisnya begitu dekat.
Sekadar contoh, lagu-lagu ‘Halkat Jawani’, ‘Chikni Chameli’ sangat mengundang. Bukan lagu-lagu zaman sekarang saja, tapi juga India zaman dulu seperti ‘Kuch-Kuch Hotta Hai’, ‘Mohabbatein’, dan lainnya lagi.
Simak lagu ‘Srikandi’ yang dinyanyikan oleh Kareena Kapoor. Sambil memamerkan perutnya, ia menyanyikan lirik, “Mengapa hanya menginginkanku dengan matamu saja, sementara tangan kamu kan bebas? Ayo pangeranku, biar kutunjukan engkau surga.. .”
Sebenarnya, di masa lalu, kelompok-kelompok konservatif di India telah mengangkat bendera merah akan ‘publisitas murahan’ seperti ini.
Begitu juga dengan masyarakat India sendiri.
Ketika Nishika Tridevi mendengar putrinya yang berusia sembilan tahun menyanyikan lagu Kareena di atas, Tridevi sangat malu.
“Rasanya seperti seseorang mengguyurkan seember air es dingin dan ke muka saya,” kata Trivedi. “Ketika mendengar soal pemerkosaan oleh gang itu, darah saya mendidih, ini bukti bahwa wanita tidak dihormati dan sangat rentan di India, sementara putri saya menyanyikan lagu yang sama sekali tidak menghormatinya sebagai seorang perempuan dengan lirik yang sangat mengundang tersebut. ”
Ruchika Mathur, seorang ibu dari dua dari Delhi, mengatakan: “Saya tidak punya jawaban apakah mereka berasal dari latar belakang yang kasar atau umumnya tidak menghormati perempuan, tapi saya mempertanyakan apakah lagu-lagu dan film merupakan bahan bakar perbuatan jahat yang ada dalam diri mereka.”
Gurdeep Singh, seorang ayah, menanyakan bagaimana pikiran kita bila pada malam hari disodori dengan kalimat ‘Baharon Phool Barsao’ (Mandi dengan Bunga) atau ‘Night Ki Naughty Kahaani’ (Kisah Nakal Malam Ini). “Itu lirik-lirik yang sangat mengundang. Sebagai orang tua, yang tujuannya menjaga anak agar mereka aman, tidakkah Anda mempertanyakan pengaruh seperti industri film India yang terus menjadikan wanita sebagai obyek sedemikian rupa?”
Kebebasan Kreatif
Namun Singh, Mathur dan Trivedi juga bukannya tidak mendapat opini lain. Piyush Lohade, seorang mahasiswa India yang tinggal di Dubai menyela, “Apakah Anda serius akan memberitahu saya bahwa kita harus menyalahkan Bollywood untuk menjerat enam pemerkosa dan ratusan orang lain yang telah melakukan perkosaan di masa lalu dan akan terus melakukannya di masa depan?”
Ia melanjutkan dengan berapi-api, “Faktanya adalah, mereka adalah orang-orang sakit jiwa. Bahkan jika Anda memutar film agama di TV sepanjang hari, tak akan perbedaan untuk mereka. ”
Diya Banerjee, seorang fotografer, mengatakan: “Saya percaya segala bentuk seni memiliki hak untuk kebebasan kreatif. Akan sangat munafik bagi saya untuk kemudian mengatakan, bahwa Bollywood tidak boleh menyisipkan tarian dalam film atau artis wanita yang populer tidak boleh memamerkan belahan dadanya.”
Kangan Sinha, seorang pekerja di industri televisi, menambahkan: “Film hanya menunjukkan kepada kita cara berpakaian di dunia nyata. Dan di dunia nyata, rok pendek dan atasan bukanlah undangan untuk memperkosa. Tidak pernah terjadi.” [sa/islampos/emirates247]
Hukuman seberat-beratnya harus diberikan pada para pelaku. “Hukuman mati sangat penting. Saya sarankan para pelaku dibuat impoten, agar mereka tobat setiap hari di sepanjang sisa hidup mereka,” kata pemimpin Komnas Perempuan India (NCW), Mamta Sharma seperti dimuat Press Trust India, Kamis (20/12/2012).
Sharma menegaskan, pemerkosaan di bus kota yang merupakan fasilitas publik, adalah kasus yang memalukan, tak hanya bagi ibukota New Delhi, tapi mencoreng muka India sebagai sebuah negara beradab.
Sebuah wacana kemudian mengemuka. Emirates247 mengutarakan pertanyaan; apakah perkosaan ini ada hubungannya dengan semua hal yang berbau Bollywood—film serta musiknya?
Sudah sejak lama Bollywood, industri film dan musik India, mengemas seks dalam jualannya. Pakaian minim, lirik sugestif, dan tarian vulgar hampir selalu ada di film-film India. Tarian vulgar itu ditampilkan dengan cara menyodorkan panggul, saling memeluk, dan mendekatkan bibir ke bibir lawan jenisnya begitu dekat.
Sekadar contoh, lagu-lagu ‘Halkat Jawani’, ‘Chikni Chameli’ sangat mengundang. Bukan lagu-lagu zaman sekarang saja, tapi juga India zaman dulu seperti ‘Kuch-Kuch Hotta Hai’, ‘Mohabbatein’, dan lainnya lagi.
Simak lagu ‘Srikandi’ yang dinyanyikan oleh Kareena Kapoor. Sambil memamerkan perutnya, ia menyanyikan lirik, “Mengapa hanya menginginkanku dengan matamu saja, sementara tangan kamu kan bebas? Ayo pangeranku, biar kutunjukan engkau surga.. .”
Sebenarnya, di masa lalu, kelompok-kelompok konservatif di India telah mengangkat bendera merah akan ‘publisitas murahan’ seperti ini.
Begitu juga dengan masyarakat India sendiri.
Ketika Nishika Tridevi mendengar putrinya yang berusia sembilan tahun menyanyikan lagu Kareena di atas, Tridevi sangat malu.
“Rasanya seperti seseorang mengguyurkan seember air es dingin dan ke muka saya,” kata Trivedi. “Ketika mendengar soal pemerkosaan oleh gang itu, darah saya mendidih, ini bukti bahwa wanita tidak dihormati dan sangat rentan di India, sementara putri saya menyanyikan lagu yang sama sekali tidak menghormatinya sebagai seorang perempuan dengan lirik yang sangat mengundang tersebut. ”
Ruchika Mathur, seorang ibu dari dua dari Delhi, mengatakan: “Saya tidak punya jawaban apakah mereka berasal dari latar belakang yang kasar atau umumnya tidak menghormati perempuan, tapi saya mempertanyakan apakah lagu-lagu dan film merupakan bahan bakar perbuatan jahat yang ada dalam diri mereka.”
Gurdeep Singh, seorang ayah, menanyakan bagaimana pikiran kita bila pada malam hari disodori dengan kalimat ‘Baharon Phool Barsao’ (Mandi dengan Bunga) atau ‘Night Ki Naughty Kahaani’ (Kisah Nakal Malam Ini). “Itu lirik-lirik yang sangat mengundang. Sebagai orang tua, yang tujuannya menjaga anak agar mereka aman, tidakkah Anda mempertanyakan pengaruh seperti industri film India yang terus menjadikan wanita sebagai obyek sedemikian rupa?”
Kebebasan Kreatif
Namun Singh, Mathur dan Trivedi juga bukannya tidak mendapat opini lain. Piyush Lohade, seorang mahasiswa India yang tinggal di Dubai menyela, “Apakah Anda serius akan memberitahu saya bahwa kita harus menyalahkan Bollywood untuk menjerat enam pemerkosa dan ratusan orang lain yang telah melakukan perkosaan di masa lalu dan akan terus melakukannya di masa depan?”
Ia melanjutkan dengan berapi-api, “Faktanya adalah, mereka adalah orang-orang sakit jiwa. Bahkan jika Anda memutar film agama di TV sepanjang hari, tak akan perbedaan untuk mereka. ”
Diya Banerjee, seorang fotografer, mengatakan: “Saya percaya segala bentuk seni memiliki hak untuk kebebasan kreatif. Akan sangat munafik bagi saya untuk kemudian mengatakan, bahwa Bollywood tidak boleh menyisipkan tarian dalam film atau artis wanita yang populer tidak boleh memamerkan belahan dadanya.”
Kangan Sinha, seorang pekerja di industri televisi, menambahkan: “Film hanya menunjukkan kepada kita cara berpakaian di dunia nyata. Dan di dunia nyata, rok pendek dan atasan bukanlah undangan untuk memperkosa. Tidak pernah terjadi.” [sa/islampos/emirates247]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan